Mengharukan, Teks Lengkap Pidato Wisuda Nuraini Afifa, Lulusan Terbaik Universitas Harvard dari Indonesia

Nuraini Afifa, lulusan terbaik Harvard Chan School of Public Health menyampaikan pidato wisuda yang mengharukan. (hsph.harvard.edu)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com — Sebagaimana diberitakan oleh KalderaNews.com pada 14 Mei lalu, mahasiswa asal Indonesia terpilih untuk menyampaikan pidato mewakili lulusan 2020 dalam upacara wisuda Harvard T.H. Chan School of Public Health, tanggal 28 Mei 2020. Acara wisuda itu dilaksanakan secara daring.

Lulusan Harvard Chan School asal Indonesia itu, Nadhira Nuraini Afifa, menyelesaikan studi dan meraih gelar master of public health dari Department of Global Health and Population, dengan konsentrasi Nutrisi. Teks lengkap pidato wisudanya ditampilkan di situs resmi universitas Harvard, 28 Mei 2020, hsph.harvard.edu, dengan judul Graduation 2020: Student speaker Nadhira Nuraini Afifa address. Berikut ini terjemahannya dalam Bahasa Indonesia.

Selamat sore semuanya. Salam untuk Dekan Williams, staf pengajar, staf, dan alumni, dan kepada lulusan 2020: Selamat!

Selamat kepada para orang tua kita, teman-teman, dan orang-orang terkasih, yang tanpa mereka hari ini tidak akan seistimewa hari ini, kita semua telah mendapatkannya dan harus menghargainya bersama-sama.

Izinkan saya mengajukan pertanyaan: Berapa banyak dari Anda ketika Anda masih kecil, dan Anda ditanya “apa yang ingin Anda lakukan?” lalu menjawab “profesional Kesehatan Masyarakat!”? Saya juga tidak. Namun, kita akhirnya berada di posisi ini.

Saya tidak akan pernah melupakan hari orientasi pertama di sekolah ini. Saya makan siang di kamar mandi dengan kaki di dudukan toilet, jadi tidak ada yang tahu bahwa saya ada di sana. Saat itu, saya sangat takut pada segalanya – terutama, saat rehat kopi. Saya sangat gugup karena harus melakukan obrolan ringan. Saya tidak tahu harus berkata apa, saya takut mengatakan sesuatu yang salah, saya takut terlihat “berbeda.” Bahkan dengan hanya mengenakan jilbab saya sudah membuat identitas saya jelas tanpa perlu memberi tahu siapa pun apa yang saya percayai. Saya telah melihat banyak berita tentang Islamofobia dan itu membuat saya khawatir.

BACA JUGA:

Namun, segera sesudah memasuki minggu kedua saya di sekolah ini persepsi saya mulai berubah. Saya menemukan ruang salat di lantai bawah. Yang mengejutkan, Harvard memberi kami ruang sembahyang yang sangat nyaman yang dilengkapi dengan semua hal yang kami butuhkan untuk salat. Yang membuatnya lebih istimewa, adalah teman Yahudi saya yang menunjukkan ruangan itu kepada saya karena dia melihat saya sembahyang di bawah tangga darurat.

Kesetaraan, inklusivitas, persatuan – Saya tidak bisa memikirkan tempat yang lebih baik yang bisa saya pelajari semuanya kecuali di sini. Sedikit demi sedikit, Harvard Chan dan semua orang di dalamnya telah menjadi rumah baru saya — 10.000 mil jauhnya dari rumah asal saya. Meskipun perlahan, saya kembali menjadi orang yang percaya diri seperti ibu saya.

Mama selalu menjadi orang yang menginspirasi saya. Dia adalah anak bungsu dari 11 bersaudara, lahir dan besar dari keluarga petani di pulau Sumatra di Indonesia. Anak-anak petani tidak bersekolah saat itu. Kakak dan dan abangnya bekerja sangat keras untuk menyekolahkan Mama ke perguruan tinggi dan dia tidak menerima begitu saja. Ketika saya masih kecil, Mama mengajarkan saya pelajaran penting dalam hidup: “Bermimpilah tinggi, karena satu-satunya batasan kita adalah pikiran kita.” Itulah yang membuatnya terus melalui masa-masa sulit. Meskipun kurang mampu, Mama telah membesarkan tiga anak yang semuanya menyelesaikan gelar master.

Nilai-nilai yang Mama ajarkan pada saya terus menggema sepanjang hidup. Dia telah membesarkan saya dari seorang siswa di sebuah kota kecil di Indonesia hingga lulusan dari sekolah Kesehatan Masyarakat terbaik di dunia. Namun, saya tidak akan berhenti di sini. Hari ini hanyalah awal dari perjalanan kita yang lebih besar. Dan saya mendorong Anda semua untuk berjanji bahwa kita tidak akan menghentikan diri kita untuk melompat lebih tinggi, berkontribusi lebih banyak, dan membuat dampak bagi dunia melalui kesehatan masyarakat.

Kesehatan Masyarakat memberi kita hak istimewa untuk menyelamatkan kehidupan jutaan orang dan meningkatkan kesehatan serta umur panjang generasi sekarang dan generasi yang akan datang. Hanya melalui Kesehatan Masyarakat kita dapat melihat sekarang seluruh negara melupakan perbedaan mereka dan mengumpulkan sumber dayanya. Di bawah berita utama dramatis coronavirus yang suram, ada banyak kisah kolaborasi dan dedikasi. Pada masa krisis ini, kita menyadari bahwa tidak peduli betapa istimewanya kita atau dari mana pun kita berasal, kita dihadapkan pada risiko yang sama bahwa hanya dengan saling membantu, kita akan bertahan. Untuk sesaat, orang dipersatukan melalui upaya kesehatan masyarakat meskipun ada perbedaan etnis, kebangsaan, atau spiritualitas.

Saudara dan saudari sekalian, Anda telah memilih untuk berada di sini hari ini karena Anda dipanggil untuk melayani, untuk menghargai kehidupan orang-orang yang bahkan belum pernah Anda temui, atau Anda mungkin tidak akan pernah bertemu.

Jadi, izinkan saya mengubah pertanyaan: Berapa banyak dari Anda, sekarang setelah Anda menyelesaikan Harvard, akan dengan bangga mengatakan “Saya senang menjadi profesional kesehatan masyarakat!”?

Alumni 2020, selamat datang di dunia Kesehatan Masyarakat yang sering kali menyenangkan, terkadang melelahkan, jarang dihargai, tetapi selalu penting! Terima kasih.

Dalam catatan Harvard, disebutkan bahwa Nuraini Afifa selama menempuh studi di Harvard antara lain terlibat dalam beberapa proyek yang berkaitan dengan anak-anak yang kekurangan gizi, terutama di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah.

Awal tahun ini, ia berkesempatan mengunjungi Tanzania untuk menangani masalah gizi buruk di kalangan remaja di sekolah di kota Dodoma, bersama beberapa mahasiswa Harvard lainnya.

Sebelum melanjutkan studi ke AS, Nadhira kuliah di Fakultas Kedokeran Universitas Indonesia dan lulus dengan cum laude.

Ia pernah bekerja sebagai dokter umum di pedesaan Nusa Tenggara Barat, Indonesia.

Nadhira juga aktif menulis untuk berbagai surat kabar dan menjadi salah satu penulis untuk serial Harvard Chan’s Voices in Leadership.

Setelah lulus dari Harvard, Nadhira akan kembali ke Jakarta untuk membantu pemerintah Indonesia mengatasi beberapa tantangan kesehatan masyarakat, termasuk pandemi COVID-19.

Dialam keterangan tentang profil dirinya, situs Universitas Harvard menulis, “dia percaya bahwa pengalamannya yang “campur aduk” dalam pekerjaan sebagai dokter dan profesional Kesehatan Masyarakat akan secara unik memposisikannya berkontribusi pada perkembangan Indonesia yang dinamis di masa depan.”

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*