Brusselisasi Brussels

Brusselisasi Brussels
Brusselisasi Brussels (Sumber: Pizzatravel)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Siapa yang tak kenal Kota Brussels? Kota yang merupakan ibukota negara Belgia itu juga menjadi ibukota bagi persatuan negara-negara Eropa atau sering disebut dengan Uni Eropa (European Union).

Brusselisasi dalam bahasa Inggris disebut “bruzellization”, “bruxellisation untuk bahasa Perancis, dan “verbrusseling”. Istilah brusselisasi sering digunakan dalam perencanaan wilayah kota. Brusselisasi memiliki arti pembangunan gedung-gedung tinggi berarsitektur modern yang ditempatkan secara sembarangan di lingkungan yang tergentrifikasi.

Brusselisasi di Brussels tampak nyata pada lanskap kota Brussels berupa berdirinya gedung-gedung tinggi berarsitektur modern di antara bangunan-bangunan tua bernilai sejarah. Hal itu tentu menimbulkan ketidaknyamanan dalam menikmati panorama pemandangan kota yang yang senyatanya nampak timpang.

BACA JUGA:

Namun, masalahnya bukan saja pada ketidaknyamanan dalam memandang. Ditinjau dari sejarahnya, Brusselisasi Kota Brussels juga menyimpan sejarah pelik modernisasi sebuah kota.

Sejarah Brusselisasi Brussels berawal dari pembangunan kembali kota tersebut dalam rangka penyelenggaraan Expo 58 (Brusselss World’s Fair atau Exposition Universelle et Internationale de Bruxelles). Event ini merupakan sebuah pameran pertama di dunia usai Perang Dunia II yang terselenggara pada 17 April hingga 19 Oktober 1958 di kota Brussels. Sekitar 43 juta orang dari seluruh dunia hadir dalam ekspo yang bertujuan untuk menyerukan perdamaian dunia dan kemajuan ekonomi serta sosial.

Guna mendukung penyelenggaraan acara besar tersebut, pemerintah Belgia pun membangun berbagai bangunan pendukung. Sekitar 15.000 orang dipekerjakan dalam pembangunan yang berjalan selama tiga tahun di atas lahan seluas 2 km2. Salah satu bangunan yang menjadi iconnya adalah Monumen Atomium.

Brusselisasi Brussels
Monumen Atomium, bangunan yang menjadi icon Kota Brussels menjelang Expo 58 yang menjadi tanda dimulainya Brusselisasi Brussels (Sumber: brussels.info)

Sayangnya bangunan baru yang dihasilkan tidaklah berdiri di atas lahan yang memang kosong, melainkan bangunan-bangunan bersejarah dengan arsitektur yang unik. Selain itu, bangunan yang dihasilkan pun memiliki ketinggian yang sangat kontras dengan bangunan lama yang ada di sekitarnya. Bangunan tersebut antara lain berupa perkantoran dan apartemen.

Hal yang paling kontroversial adalah pembongkaran perumahan warga secara besar-besaran untuk membangun gedung pusat bisnis yang bertingkat tinggi di Northern Quarter. Selain itu, dibangun pula jalan-jalan baru yang dirancang untuk meningkatkan mobilitas penduduk ke kota.

Pembangunan selanjutnya dipicu ketika Brussels ditetapkan sebagai pusat Uni Eropa dan NATO yang dimulai dengan pembangunan markas Komisi Eropa pada 1959. Dan pembangunan semakin masif sejak kereta api berkecepatan tinggi diperkenalkan. Bangunan hotel dan perkantoran modern didirikan dengan menghancurkan bangunan-bangunan lama di dekat stasiun kereta Brussels Selatan.

Salah satu peristiwa yang memicu protes warga dan aktivis organisasi pelestarian lingkungan adalah pembongkaran Art Nouveau Maison du Peuple karya Victor Horta pada 1965 untuk Menara IBM pada 1978. Banyak arsitek dunia juga memprotes pembangunan di Brussels dan menciptakan nama Brusselisasi untuk peristiwa tersebut.

Brusselisasi Brussels
Perbandingan lanskap pusat kota Brussels pada 1925 (atas) dan 2008 (bawah)(Sumber:Twitter @jamesfraney)

Aturan mengenai pembatasan pembongkaran bangunan yang memiliki nilai sejarah dan arsitektur yang signifikan pun dibuat pada awal 1990an. Aturan ini tertuang dalam Town Planing Act 1991 yang memberikan otoritas lokal wewenang untuk menolak permintaan penghancuran dengan alasan sejarah, estetika, atau budaya yang signifikan; dan untuk menetapkan zona kekayaan arsitektur. Selain itu, aturan juga tertulis pada Heritage Conservation Act of 1993 yang memberi wewenang pada pemerintah Kota Brussels untuk menunjuk bangunan yang dilindungi karena alasan historis.

Pada 1999 pemerintah yang berwenang mengatur rencana pengembangan kota pun menyatakan bahwa gedung-gedung bertingkat tinggi tidak sesuai dengan estetika yang ada di pusat kota. Hal ini pun memunculkan facadisme, yakni penghancuran seluruh interior bangunan bersejarah namun eksteriornya dipertahankan. (AC)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*