Implementasi Liberal Arts di UPH Dipamerkan di Hong Kong

Matthew Malcolm - Dekan FLA UPH Wakili Indonesia Bahas Penerapan Liberal Arts
Dekan FLA UPH, Matthew Malcolm mewakili Indonesia membahas penerapan Liberal Arts di dalam konferensi internasional The Conference for Higher Education Research 2019 and The Asian Conference on the Liberal Arts 2019, Hong Kong (KalderaNews/Media Relations UPH)
Sharing for Empowerment

HONG KONG, KalderaNews.com – Universitas Pelita Harapan (UPH) dipercaya untuk menjadi salah satu universitas yang mewakili Indonesia dalam konferensi internasional The Conference for Higher Education Research 2019 and The Asian Conference on the Liberal Arts 2019, yang diselenggarakan Lingnan University, the Asia Pacific Higher Education Research Partnership dan The International Academic Forum di Lingnan University, Hong Kong, 8-10 November 2019.

Dekan Faculty of Liberal Arts, Matthew R. Malcolm, Ph.D. dan Dosen School of Design (SoD), Elya Kurniawan Wibowo, S.Sn., M.A. memaparkan seperti apa Liberal Arts yang sudah diimplementasikan di Indonesia, khususnya di UPH.

Konferensi yang dihadiri lebih dari 100 peserta dari 25 negara ini diselenggarakan dengan latar belakang fenomena era globalisasi yang menawarkan begitu banyak perubahan cepat dan penuh ketidakpastian. Selain banyaknya hal positif, nyatanya tidak sedikit juga dampak negatif dari globalisasi.

BACA JUGA:

Perkembangan teknologi dan robotik membuat terjadinya pergeseran tentang sifat kerja dan bagaimana orang berinteraksi satu sama lain. Menurut Elya, fakta-fakta tersebut dibahas dalam konferesi yang mengangkat tema “Uncertain Futures: The Role of Liberal Arts Education”.

“Tujuan dari kami hadir di konferensi ini adalah untuk berbagi dan mendapatkan masukan dari rekan-rekan akademisi dari seluruh dunia terkait berbagai kiat pengembangan pendidikan tinggi berbasis Liberal Arts, baik di skala makro yang Malcolm sampaikan, maupun skala mikro seperti yang saya sampaikan,” ucap Elya dalam keterangan persnya pada KalderaNews.

Dalam konferensi ini, Malcolm menyampaikan hasil penelitiannya dengan topik ‘The Development of Liberal Arts Education in Indonesia’. Penelitian tersebut seputar perkembangan terakhir dalam pendidikan Liberal Arts di Indonesia, khususnya UPH.

Melalui penelitiannya, Malcolm menggambarkan tentang bagaimana situasi Indonesia saat ini berkontribusi pada segala hal yang berkembang tentang pendidikan tinggi yang didefinisikan kembali pada abad ke-21.

Hal ini dilakukan Malcolm dengan melakukan perbandingan dan kontras antara pendidikan liberal arts di bagian lain Asia dan seluruh dunia serta kesimpulan atas situasi Indonesia saat ini. Malcolm menggambarkan bagaimana studi agama menjadi menonjol dalam Pendidikan umum, dengan tujuan eksplisitnya yaitu menyatukan tranformasi masyarakat.

Lain halnya dengan Elya yang membahas tentang salah satu pengembangan pendekatan pembelajaran Sejarah Seni dan Peradaban Interdisipliner di School of Design (SoD) UPH. Melalui abstrak penelitian yang berjudul ‘Synchronic and Diachronic Exploration in Faith-based History’, Elya bersama SoD UPH berupaya untuk mencoba menemukan cara baru dalam mengintegrasikan pendekatan Christian Worldview guna menjembatani antara Liberal Arts general education dengan disciplinary education.

Elya Kurniawan Wibowo - Dosen SoD UPH Bahas Penerapan Liberal Arts pada The Asian Conference
Dosen SoD UPH, Elya Kurniawan Wibowo memaparkan penerapan Liberal Arts di The Asian Conference (KalderaNews/Media Relations UPH)

“Pembahasan yang saya sampaikan masih berupa abstrak dari paper yang akan saya tulis. Pemikiran teoretis dan temuan dari apa yang saya akan tulis di paper adalah hasil awal penelitian internal yang dilakukan di Fakultas Desain. Dalam seni, desain, dan arsitektur, pemikiran desain telah bergeser dari mendesain objek material menuju sosial-matrealitas sebagai tujuan akhir,” ungkap Elya.

Penelitian yang dilakukan juga menjadi upaya untuk memediasi pembelajaran yang memungkinkan sosio-materialitas dan penekanan berbasis agama, sejarah seni, desain, dan arsitektur, harus diajakran bukan sebagai eksplorasi kronologi artefak, namun sebagai refleksi kritis manusia, worldview, peradaban, dan artefak yang diproduksi oleh kelompok individu dan sosial, juga secara khusus mengenai waktu dan tempat.

Selain memaparkan penelitian, melalui konferensi ini, baik Elya maupun Malcolm juga berharap dapat memperoleh beberapa masukan mengenai segala potensi maupun kekurangan yang mampu membantu UPH dalam mengembangkan pendidikan Liberal Arts menjadi lebih baik.

Konferensi ini diikuti oleh 120 delegasi dan lebih dari 80 mahasiswa pascasarjana dari 30 negara dan wilayah di Asia, Oceania, Eropa, Amerika Utara dan Tengah serta Afrika. Peserta yang hadir sebagian besar berlatar belakang sebagai peneliti dari sektor pendidikan tinggi, administrator universitas senior, pejabat pemerintah, dan analis kebijakan.

Selain UPH, beberapa universitas di Indonesia juga turut hadir untuk menyampaikan penelitiannya antara lain Universitas Brawijaya, Universitas Bengkulu, dan Universitas Pendidikan Indonesia. (JS)

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*