Kitapun seharusnya melakoni fitrah kita. Fitrah kita sebagai mahkluk ciptaanNya adalah rahman dan rahim, cinta kasih , welas asih. Welas asih kepada semua ciptaanNya, termasuk alam.
Jika daerah resapan air dan pemukiman yang biasanya hijau seperti di daerah Kemang semakin berkembang jadi tempat usaha dimana tanah disulap jadi mall dan halaman rumah menjadi lahan parkir, sudah welas asih kah kita kepada alam? Jika apartemen terus dibangun dan air tanah terus disedot habis, pantas kah kita murka ketika listrik dipadamkan hanya sehari oleh PLN dan genset tidak berfungsi karena terendam air?
Neraca kesetimbangan semesta tidak akan tercapai jika kita ‘melawan’ fitrah kita. Termasuk juga dengan cara yang ‘kontra-fitrah’ sepertu hujatan yang tak berakhir, cibiran yang tak berujung dan kebencian yang mengerak. Semuanya membawa muatan negatif dan akan merusak kesetimbangan semesta yang jika tidak segera kita sudahi akan berujung prahara. Semua hanya menggunakan indra bicara yg hanya satu dan enggan menggunakan indra pendengaran yang ada dua. Padahal suara hati (baca: suara Ilahi) yang bermuatan rahman rahim, welas asih, tidak akan terdengar dalam suasana gaduh dengan tabuhan gendang cercaan dan umpatan. Sungguh bising!
Leave a Reply