Mengatasi Kesulitan Menemukan Kalimat Pembuka dalam Menulis

Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta.
Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

Oleh: Eben E. Siadari *

JAKARTA, KalderaNews.com – Salah satu syarat untuk dapat menulis ialah memulai menulis. Syarat ini berlaku bagi penulis pemula maupun penulis berpengalaman. Ia mengikat penulis amatir yang menulis untuk menyalurkan hobi, maupun para penulis profesional, yang mendapat nafkah dari pekerjaan menulis. Syarat ini juga tak mungkin dihindari oleh mahasiswa yang menulis untuk tugas kuliah atau calon profesor yang berharap tulisannya dimuat di jurnal internasional. Semuanya harus memulai menulis bila ingin menghasilkan tulisan.

Pernyataan ini mungkin terdengar terlalu jelas tanpa perlu dikatakan. It goes without saying. Namun menariknya, alasan yang sudah menjadi klasik ini masih menghinggapi banyak penulis maupun calon penulis. Tak peduli pengalaman menulis maupun genre tulisan mereka, mereka sering mengeluhkan hal yang sama. “Aku sulit memulainya. Tak menemukan kalimat pembukanya,”

Kalimat pembuka atau intro atau disebut juga lead  memang acap kali menjadi momok tidak kunjung rampungnya tulisan. Selalu ada alasan untuk mengubah, mengganti, menghapus dan mencari yang baru lagi, karena merasa lead yang baru saja dibuat, kurang pas. Yang lebih ekstrem, satu kata pun akhirnya tak pernah dituliskan karena merasa kehilangan gagasan untuk membuat kalimat pembuka.  “Mencari kata yang pas untuk memulai,” kerap menjadi alasan untuk menunda, dan akhirnya tulisan yang diinginkan tak pernah eksis.

BACA JUGA:

Barang kali hal ini ada hubungannya dengan sering ditempatkannya intro atau lead sebagai sesuatu yang ‘sakral.’ Lead selalu dipandang sebagai kunci utama bagi ketertarikan pembaca untuk menyimak sebuah tulisan. Sering dikatakan, lead yang buruk akan membuat pembaca meninggalkan tulisan di detik pertama.

Begitu banyaknya beban yang dikenakan kepada lead, sehingga ia sering membawa calon penulis atau penulis memikirkannya berlebihan. Belum lagi bila membaca banyak referensi tentang lead, yang sarat dengan aturan ini boleh dan yang itu jangan. Jenis lead ini hanya cocok untuk tulisan itu. Dan seterusnya.

Mereka yang kerap menemukan masalah seperti ini, dianjurkan untuk memulai dengan question lead atau question intro. Mulailah dengan kalimat pembuka berupa kalimat tanya. Pelajaran dasar dalam jurnalisme selalu diawali dengan 4W+1H, yang kesemuanya adalah kata tanya: What, When, Where, Why = How. Karena itu  mengapa tidak mencoba dengan memulai tulisan dengan salah satu dari kata tanya itu?

Ada kelebihan kalimat tanya sebagai intro  yang sudah dengan jelas akan memenuhi misi yang dikandung oleh intro itu sendiri: memancing rasa penasaran. Pembaca selalu tergiur untuk mencari jawaban. Tentu di sini perlu memilih pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang cenderung deja vu, gampang ditebak jawabannya, akan ditinggalkan.

Kalimat tanya sebagai pembuka juga membawa perasaan nyaman bagi pembaca karena ada nada dialog di dalamnya. Dengan bertanya di awal tulisan, pembaca seakan dipancing untuk terlibat dalam sebuah percakapan. Mirip dengan khotbah atau ceramah yang dimulai dengan menanyakan sesuatu kepada audiens.

Selain kelebihannya, tentu ada kekurangan question lead.  Question lead  sering dipandang sebagai intro yang paling mudah (dan memang benar), sehingga banyak orang tergoda untuk menggunakannya.. Pada satu titik ini memang bisa merepotkan para redaktur yang akan membaca tulisan tersebut. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya jika sebuah surat kabar diisi oleh artikel-artikel yang semuanya menggunakan kalimat tanya sebagai pembuka. Akan menjadi tertawaan. Lebih cilaka lagi bila judulnya juga ikut-ikutan berbentuk kalimat tanya.

Tidak bisa disalahkan bila banyak redaktur menolak dan mencoret tulisan dengan kalimat tanya sebagai judul maupun kalimat pembuka. Beberapa media bahkan membuat larangan membuat kalimat tanya sebagai judul. Menulis dengan question lead dipandang sebagai cermin kemalasan untuk mencari judul.

Para redaktur yang ‘anti’ question lead selalu mengemukakan alasan bahwa , tugas jurnalisme adalah memberikan jawaban, bukan melontarkan pertanyaan. Karena itu untuk apa bertanya. Pembaca justru membutuhkan jawaban.

Demikian antinya banyak redaktur pada question lead,  sampai-sampai ia ‘diharamkan. Sama sekali tidak boleh dipergunakan,

BACA JUGA:

Tentu larangan semacam ini sebuah kebablasan. Banyak sekali tulisan, buku, novel, yang sangat digemari justru karena judulnya yang bernada tanya. Kita juga akan dengan mudah menemukan tulisan-tulisan hebat yang dimulai dengan kalimat tanya. Di kancah lagu-lagu populer, kita mengenal  “Entah Apa yang Merasukimu,” sebagai kalimat tanya yang dijadikan sebagai judul lagu yang sangat digemari saat ini, Kalimat tanya itu menjadi lebih terkenal daripada judul asli lagu tersebut.

Bila berhadapan dengan larangan untuk menjadikan kalimat tanya sebagai judul atau intro, jangan lantas kemudian ikut-ikutan ‘mengharamkannya.’ Question lead, bagaimana pun adalah lead yang paling cepat dapat membuka jalan bagi memulai tulisan. Ia kerap menjadi  ‘penyelamat’ manakala pikiran sedang buntu untuk memulai, padahal tenggat sudah semakin dekat. Karena itu, question lead  masih dapat Anda pakai dalam draft, sebelum tulisan itu benar-benar rampung dan siap dikirimkan ke redaktur atau siap tayang.

Agar tulisan Anda tidak ditolak karena memakai kalimat tanya sebagai pembuka, kalimat tanya pada lead dapat Anda modifikasi menjadi bukan kalimat tanya. Di bawah ini question lead (lead 1) yang telah diubah menjadi lead bukan kalimat tanya (lead II).

Lead I

Mengapa orang Indonesia gemar reuni? Ada banyak sebabnya. Di antaranya karena persahabatan bagi orang Indonesia sangat penting. Selain itu, berkumpul dan saling sapa secara tatap muka masih ditempatkan sebagai hal yang penting.

Lead II:

Ada banyak sebab orang Indonesia gemar reuni. Di antaranya, karena persahabatan bagi orang Indonesia sangat penting. Selain itu berkumpul dan saling sapa secara tatap muka masih ditempatkan sebagai hal penting.

Dalam contoh ini tampak bahwa modifikasi terhadap question lead dapat dilakukan dengan cepat dan tanpa mengubah substansi. Modifikasi ke dalam bentuk lainnya masih dapat dieksplorasi lebih jauh.Dan ini akan menjadi bagian dari penyuntingan. Yang terpenting dalam hal ini ialah question lead dapat digunakan sebagai cara cepat menemukan lead. Dengan demikian tidak ada lagi alasan untuk menunda memulai menulis dikarenakan tak menemukan kalimat pembuka.

* Eben E. Siadari adalah alumni Advanced Course for Practical Journalism, Thomson Foundation, Cardiff Wales, bekerja sebagai penulis dan trainer kepenulisan, buku karyanya antara lain Esensi Praktik Menulis (2019), tinggal di Jakarta.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*