
JAKARTA, KalderaNews – Kegiatan pembelajaran dari rumah atau school from home (SFH) akibat adanya pandemi Covid-19 menimbulkan dampak krisis bagi remaja. Apalagi kegiatan SFH sudah berlangsung cukup lama, yaitu lebih dari dua bulan.
Transisi terjadi dalam diri remaja dari yang biasanya di sekolah dan di luar rumah menjadi di rumah saja. Hal ini menyebabkan krisis hingga remaja dapat beradaptasi dengan kondisi yang baru.
Krisis yang dialami remaja tersebut diungkapkan oleh Dosen Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana (Ukrida), Pinkan Margaretha, Mpsi. dalam sebuah seminar di Jakarta. Berikut ulasannya.
BACA JUGA:
- 5 Hal Penting Jika Sekolah akan Dibuka Lagi Juli 2020
- 8 Tip Cegah Kebosanan Saat di Rumah Saja Selama Wabah Covid-19
- Kepoin 7 Tip Buat Pendidik dan Orang Tua dari Mas Nadiem
- 3 Tips Inspiratif Obama kepada Lulusan SMA Tahun 2020
1.Tingkat kekhawatiran yang tinggi
Virus Corona memang tidak mudah menyerang kesehatan dan keselamatan jiwa remaja. Namun terpaan berbagai informasi terkait Covid-19 membuat remaja memiliki tingkat kekhawatiran yang tinggi. Apalagi mereka dapat menjadi carrier virus bagi orang dewasa yang merupakan keluarga dan orang-orang terdekat dari mereka.
2. Kehilangan momen penting
Kebijakan untuk belajar di rumah membuat momen-momen penting yang hanya terjadi satu kali dalam di kehidupan remaja harus hilang. Salah satunya ialah perayaan kelulusan dalam bentuk wisuda ataupun pesta perpisahan (farewell party). Hilangnya momen ini tentu membuat remaja kecewa dan sedih.
3. Belajar sendiri jadi bosan, malas, dan lelah
Semula, remaja belajar dengan banyak teman di sekolah dan mengerjakan tugas secara bersama-sama. Akibat SFH, remaja harus belajar di secara mandiri di rumah. Hal ini tentu menimbulkan kebosanan hingga berujung pada kemalasan dan rasa lelah.
4. Perubahan ritme biologis
Perubahan kegiatan pembelajaran di sekolah menjadi di rumah membuat kebiasaan remaja berubah. Seperti waktu saat bangun pagi, mandi, sarapan, tidur, dan sebagainya. Dampaknya ialah ritme biologis tubuh menjadi berubah. Hal ini didukung pula oleh aktifitas fisik yang jauh lebih sedikit dibandingkan saat belajar di sekolah.
5. Kesepian
SFH membuat remaja terisolasi secara fisik dari relasi pertemanan. Meksi dapat berinteraksi di dunia maya, namun hal tersebut membuat remaja merasa seorang diri saja dan kesepian.
6. Terinterupsinya identitas diri
Akvitas di sekolah dan di luar rumah menawarkan berbagai kegiatan yang beraneka ragam dibandingkan di rumah saja. Remaja menjadi lebih berkembang dengan menyalurkan hobi bersama teman-temannya. Namun, kegiatan SFH membuat aktivitas penyaluran hobi di luar rumah terhambat. Remaja pun terpaksa berkutat dengan kegiatan yang terbatas di lingkungan rumah. Hal ini menyebabkan terinterupsinya identitas diri.
7. Hilangnya sensasi tantangan
Berada di luar rumah memungkinkan remaja untuk mengalami berbagai tantangan yang terkadang menguji nyali atau keberanian. Berbeda dengan tetap di rumah dengan rutinitas terbatas membuat remaja kehilangan sensasi tantangannya.
8. Kecanduan gadget
Pelarian pertama remaja saat harus belajar di rumah adalah gadget dan koneksi internet yang dimilikinya. Jika tidak digunakan secara bijak, banyak remaja justru terjebak dalam aktivitas yang berpeluang adiktif. Aktivitas bersama gadget itu antara lain adalah game online, media sosial, perjudian, pornografi, dan sebagainya. (AC)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu.
Leave a Reply