JAKARTA, KalderaNews.com – Kini, baru 20 persen serangga dari 5,5 juta serangga di dunia yang telah teridentifikasi. Sisanya, 80 persen dari populasi itu jumlahnya terus berkurang.
Tiga tahun silam, 2017, Caspar Hallman dari Radboud University, Belanda memaparkan laporan bahwa populasi serangga terbang di cagar alam Jerman menurun lebih dari 75 persen selama 27 tahun terakhir. Sementara, Bayo dan Wyckhuys juga melaporkan, penurunan serangga terus terjadi meskipun berada di kawasan cagar alam yang masih belum terjamah.
BACA JUGA:
- Dari Jus Jambu, Masker Disinfektor, Sampai Alat Deteksi Virus, Inilah Riset LIPI Cegah Covid-19
- Ini Penyebab Akhir-akhir ini Suhu Udara Sangat Panas dan Lembab
- Eropa Vs AS, Siapa Lebih Unggul Tangani COVID-19? Ini Kata Profesor LSE Inggris
- 3 dari 4 Milenial SMA Meningkat Moodnya Setelah Gunakan TikTok
- Apa sih Bedanya Energi Baru dan Terbarukan?
- Charles Lim: Indonesia Jadi Sasaran Empuk Serangan Siber
- AS Umumkan Remdesivir Ampuh untuk Pengobatan Covid 19
Laju penurunan serangga yang terus terjadi ini menjadi ancaman serius bagi keselamatan bumi. Lantaran, serangga dan tumbuhan adalah penyusun dasar kehidupan. Peran serangga amat vital dalam ekosistem.
Serangga adalah penyerbuk, pengontrol hama, pengelola limbah, serta pengurai jasad. Serangga juga makanan bagi hewan lain. “Jadi, bayangkan jika serangga punah akan banyak jasad yang menumpuk dan tidak bisa terurai,” tutur Djunijanti Peggie, seorang peneliti Entomologi Pusat Penelitian Biologi di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Peggie mengungkapkan bahwa penyebab utama penurunan populasi serangga adalah alih fungsi lahan, perubahan iklim, penggunaan pestisida, dan pupuk sintetis, serta adanya faktor biologis termasuk patogen dan spesies invasif.
Maka, Peggie mengatakan, sudah saatnya setiap individu berkontribusi untuk menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas. “Status kiamat serangga saya setuju dan sangat menghawatirkan,” tegasnya.
Untuk itu, sekarang LIPI terus berupaya melakukan upaya pendataan serangga. “Kami juga mendapatkan dana dari Global Biodiversity Information Facility untuk melakukan pendataan dan digitalisasi spesimen kupu-kupu,” kata Peggie. Selain itu, LIPI juga membuka kesempatan kepada publik untuk mengkontribusikan spesies yang telah ditemukan. Masyarakat dapat mengirimkan koleksi dalam bentuk foto spesies dengan melengkapi data tempat dan waktu ditemukan.
Pendataan serangga yang dilakukan LIPI ini untuk melengkapi data kehati. Data ini menjadi salah satu dasar untuk menyatakan status kepunahan. Beberapa negara telah memiliki data serangga dari tahun ke tahun. Sementara, Indonesia baru sebatas memiliki koleksi spesimen. Inilah yang dianggap sebagai kondisi kritis eksistensi serangga. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply