TANGERANG, KalderaNews.com – Pandemi Covid-19 telah menyebabkan darurat pendidikan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Banyak institusi perguruan tinggi di dunia “terpaksa” alias mau tidak mau beralih ke pembelajaran online.
Persoalan-persoalan baru pun bermunculan terkait dengan ketersediaan infrastruktur digital, keterampilan digital hingga karakteristik teknologi.
Secara lebih konkret lagi, kesenjangan sosial, ketersediaan akses, dan keterampilan digital melahirkan masalah multidimensi yang ujung-ujungnya mengerucut pada persoalan kompetensi dan kualitas lulusan.
BACA JUGA:
- Daya Tarik Program Magister Manajemen (MM) di SGU Saat Pandemi Covid-19
- Program Master of Information Technology SGU Fokus pada Transformasi Digital dan Analisis Malware
- Fast Track Program MA di SGU Berbasis Studi Kasus
Dean of Faculty of Engineering and Information Technology sekaligus dosen senior di Pascasarjana Swiss German University (SGU), Dr. Maulahikmah Galinium, S.Kom., M.Sc. menegaskan kendati ada pandemi Covid-19, SGU sebagai universitas internasional pertama di Indonesia menjamin kompetensi .
“Kualitas lulusan S2 SGU dari sistem online karena pandemi Covid-19 tidak akan jauh berbeda dengan lulusan saat masih offline karena S2 itu lebih ke arah analisis dan menggabungkan case study. Jadi nggak akan jauh berbeda,” tandasnya optimis saat berbincang dengan KalderaNews baru-baru ini.
First winner of Outstanding Lecturer in Kopertis Region IV 2015 lalu itu pun lantas bercerita bahwa kelas online selama pandemi Covid-19 itu bukan sesuatu yang sangat baru bagi SGU. Jauh sebelum virus Corona muncul dan mewabah, SGU sebenarnya sudah berencana mengenalkan kelas online kendati masih maksimal 50% online.
“Sebenarnya kita mau mulai unsur online di Agustus-September 2020, di luar ada Covid-19 atau pandemi. Kita sudah berencana untuk memperkenalkan unsur online, tapi memang tidak melebihi 50% karena ada regulasi dari pemerintah, dimana kelas offline itu maksimal onlinenya 50%. Tidak boleh lebih. Kalau lebih, harus izin online baru,” terang dosen yang akrab disapa Maula.
“Karena akhirnya semua menjadi 100% online, bahkan nggak boleh offline maka mau nggak mau yang awalnya rencananya Agustus, akhirnya di Maret,” imbuh lulusan Bachelor of Engineering in Information Technology at Swiss German University dan Master of Science/ Information System at LUND University Sweden merujuk pada awal kuliah online karena Covid-19.
Kuliah 100% online pun dijalani karena Covid-19. Namun demikian, terang lulusan program Doctor of Computer Science at University of Rome Torvergata, kuliah 100% online spesifik untuk jenjang S2 itu tak akan memengaruhi kualitas mahasiswa begitu lulus.
Ia berpendapat, skill dasar mahasiswa S2 itu sudah diasah dan dimiliki saat masih S1 dan lab di S2 juga tidak sebanyak di S1. Kurikulum S2 banyak ke analytic dan membuat paper. Mau online atau offline tidak banyak perubahan. Materi dan kompetensi yang didapatkan saat online maupun offline tidak banyak perbedaan.
“Itu tidak signifikan karena levelnya sudah S2 dan kita S2-nya bukan terapan. Kita S2-nya magister universitas. Skill saat kuliah offline atau online tidak berbeda,” tandasnya.
Dari sisi kurikulum, juga tidak membedakan offline dan online. SGU tidak membedakan jumlah jamnya.
“Jumlah jam mau offline atau online tetep segitu. Itu memang sudah aturan dari pemerintah. Itu tidak ada perubahan sama sekali. Perubahannya hanya media penyampaiannya yang sebelumnya ketemu tatap muka, sekarang menjadi online,” pungkasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply