
JAKARTA, KalderaNews.com – Bila pelajar dan mahasiswa tidak lepas dari yang namanya buku, maka peringatan Hari Buku Nasional tidak terlepas dari sejarah buku pertama yang ada di Indonesia. Hari Buku Nasional yang diperingati setiap tanggal 17 Mei ini berbarengan dengan peringatan ulang tahun Perpustakaan Nasional di Jakarta.
Sebelum buku cetak berubah menjadi buku dijital seperti sekarang, buku merupakan sumber informasi dan sumber ilmu pengetahuan yang dapat diakses. Pada awalnya buku tidak berbentuk seperti yang sekarang kita temui.
BACA JUGA:
- Tahukah Kamu, 17 Mei Hari Buku Nasional, Begini Sejarahnya
- Hari Buku Nasional, Begini Sejarah Perjalanan Perpustakaan Nasional
- Hari Buku Sedunia 2021, Inilah 10 Penulis Buku Terkenal Sepanjang Masa dari Indonesia dan Manca Negara
Buku merupakan sekumpulan kertas atau bahan lain berisi gambar, tulisan atau tempelan yang dijilid menjadi satu di salah satu sisinya. Satu sisi dari kertas tersebut diberi nama halaman. Sebelum teknologi kertas ditemukan, buku di Indonesia menggunkaan kertas dari daun lontar yang telah ditulis lalu dijilid menjadi buku.
Daun lontar berasal dari tanaman lontar (Borasus flabellifer) atau biasa dikenal juga dengan nama daun nipah (Nipa fruticans WURMB). Jenis lontar yang dipilih untuk menuliskan naskah adalah Lontarus domestica karena daunnya lebih lunak.
Alat tulis yang dipakai untuk menggoreskan huruf adalah sejenis pisau atau kalam (pena) yang dicelupkan pada tinta hitam pekat. Huruf yang dipakai pada masa itu adalah huruf Kawi dengan jenis Kawi-Kwadrat (aksara Kawi tegak) dan Kawi curcief (aksara Kawi yang condong) seperti naskah yang ditemukan di lereng Gunung Merbabu di Jawa Tengah.
Sayangnya, naskah yang ditulis dengan menggunakan daun lontar ini hanya berumur 100 hingga 150 tahun. Naskah yang pernah ditemukan adalah Arjunawiwaha yang ditulis 1256 Saka atau 1334/5 Masehi.
Setelah penulisan naskah dari daun lontar, buku berkembang sejak diciptakannya kertas. Hingga kini pun penerbitan buku masih menggunakan kertas, selain berkembang juga menjadi bentuk dijital.
Penemuan kertas menjadi sebuah penemuan yang mampu mengubah peradaban. Kertas ditemukan pertama kali oleh seorang berkebangsaan China bernama Ts’ai Lun yang hidup di zaman dinasti Han. Ts’ai Lun termasuk orang yang berjasa mengantarkan bangsa China mengalami kemajuan dengan menjadi pengekspor kertas pertama di dunia pada abad kedua.
Di Indonesia sendiri. Tidak seluruh rakyat Indonesia dapat menikmati buku. Pada zaman penjajahan Belanda, buku juga dikuasai Belanda. Pemerintah Hindia Belanda pada masa itu sangat mengatur peredaran buku agar rakyat tidak mendapat provokasi oleh informasi yang dapat mengancam pemerintah.
Pada masa pemerintahaan Hindia Belanda, mereka menerbitkan buku bacaan rakyat sesuai dengan peraturan pemerintah Hindia Belanda sehingga para penulis juga tidak leluasa dalam menuliskan ide dan karyanya seperti sekarang. Pemerintah Hindia Belanda melakukan sensor terhadap semua karya tulis.
Untuk pengaturan peredaran buku dan bacaan yang dianggap sesuai untuk rakyat, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Komisi Bacaan Rakyat pada 14 September 1908. Dalam perkembangannya Komisi Bacaan Rakyat berubah menjadi Balai Poestaka pada tanggal 22 September 1917.
Novel yang berjudul ‘Thjit Liap Seng’ atau yang lebih sering dikenal dengan nama Bintang Toedjoeh dikarang oleh Lie Kim Hok pada tahun 1886 dianggap sebagai karya sastra pertama berbahasa Indonesia. Bintang Toedjoeh menceritakan tentang keadaan negeri China pada zaman kerajaan Taj Tjheng Tiauw. Novel ini memiliki tebal 500 halaman.
Dalam perkembangan kesusastraan Indonesia, novel modern karya Marah Rusli yang berjudul Sitti Nurbaya dikatakan sebagai karya yang pertama diterbitkan di Indonesia. Sitti Nurbaya diterbitkan pada 1922.
Leave a Reply