Asal Muasal Hari Raya Idul Adha, Berawal dari Kisah Ketaatan

Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di Semarang ini dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa, namun di bagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter, ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter di tiap penjuru
MALAM HARI: Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) di Semarang ini dirancang dalam gaya arsitektural campuran Jawa, Islam dan Romawi. Bangunan utama masjid beratap limas khas bangunan Jawa, namun di bagian ujungnya dilengkapi dengan kubah besar berdiameter 20 meter, ditambah lagi dengan 4 menara masing masing setinggi 62 meter di tiap penjuru (KalderaNews/JS de Britto)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Umat Islam merayakan Idul Adha setiap tanggal 10 Dzulhijjah. Kata Idul Adha ini sendiri berasal dari bahasa Arab “id” dan “adha”, Id berarti ‘menengok’ atau ‘menjenguk’ atau ‘kembali’. Hal ini karena hari raya Idul Adha terus berulang setiap tahun.

Di Indonesia, Id kerap disamakan artinya dengan ‘ayyada’, yakni ‘berhari raya’. Sedangkan kata Adha bermakna ‘qurban’.

Lalu bagaimana awalnya perayaan ini? Perintah berqurban terkait dengan kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Nabi Ibrahim yang diperintahkan Allah untuk menyembelih Ismail. Inilah kisah ketulusan dan totalitas dalam berqurban.

BACA JUGA:

Ibrahim yang berusia lanjut serta Ismail anaknya yang terkasih di usianya yang menginjak remaja. Suatu hari, Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih anaknya Ismail. Perintah itu diterima Nabi Ibrahim dalam mimpinya. Gayung besambut, Nabi Ibrahim menerima mimpi itu sebagai bagian dari wahyu Allah.

Ketika terbangun, Ibrahim bersedih, setelah bertemu lagi dengan sang buah hati, dia harus mengorbankan anaknya. Namun, dalam kisah ini Allah hendak menguji sejauh mana ketaatan Nabi Ibrahim. Sebagai seorang hamba beriman Nabi Ibrahim taat dan mendatangi Nabi Ismail dan menceritakan apa yang dilihat dalam mimpinya.

Nabi Ismail pun bersedia mengikuti apa yang diperintahkan Allah. Ia meminta ayahnya untuk melaksanakan apa yang diperintahkan Allah. “Wahai ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu. Engkau akan menemuiku Insya Allah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah Allah.” (QS. Ash-Shaffat:102)

Mendengar kesediaan sang anak, Nabi Ibrahim lantas menangis. Ia dengan ikhlas dan melaksanakan peintah Allah. Namun ketika hendak dilaksanakan, Allah membolehkannya menggantinya dengan binatang domba.

Kisah ini menjadi bukti Nabi Ibrahim berhasil melewati ujian iman. Domba yang menjadi pengganti Nabi Ismail ini lah yang menjadi muasal ibadah qurban di hari raya Idul Adha.

Hukum melaksanakan qurban itu sendiri wajib bagi Muslim yang mampu. Surat Al-Kautsar ayat 1-2 mengatakan, “Sesungguhnya Kami telah memberikan nikmat yang banyak. Maka dirikanlah sholat karena Tuhanmu dan berqurbanlah.”

Di Indonensia, kurban biasanya berupa kambing atau sapi, kambing, dan domba namun di negara-negara Arab, kurban juga biasa berupa unta. Tidak semua hewean itu bisa dikurbankan. Agar memenuhi syarat, hewan itu harus berusia dua tahun untuk sapi atau sudah masuk tahun ke-3. Untuk domba dan kambing, usianya harus tak kurang dari satu tahun. Sedangkan untuk unta, harus berusia di atas 5 tahun.

Hewan yang akan digunakan untuk kurban ini hendaklah dalam keadaan sehat bebas dari aib, cacat, atau penyakit lainnya. Hewan kurban harus benar-benar sehat dan fit.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*