
JAKARTA, KalderaNews.com – Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mulia Sari Dewi, M.Si menegaskan menurut para ahli perundungan adalah tindakan kekerasan atau tindakan agresif yang terjadi berulang-ulang. Tindakan demikian ini membuat para pelakunya merasa senang dengan apa yang dilakukan kepada korbannya.
“Perundungan ini bukan hanya terjadi dari orang per orang, tapi antar kelompok. Oleh kelompok kecil atau geng melawan 1 atau melawan kelompok lain. Perundungan juga bisa terjadi di luar lingkungan sekolah oleh kelompok besar atau kerumunan massa,” paparnya.
BACA JUGA:
- 2.473 Pelajar Alami Bullying Online, Begini Tanggapan Mas Menteri Nadiem
- Mawar Hartopo: Guru Sebaiknya Tahu Ada Bullying di Kelas
- Duh, Cyberbullying pada Perempuan Selama WFH Covid-19 Tetap Memprihatinkan
Mulia Sari Dewi lantas menjelaskan 4 jenis perundungan yang biasanya terjadi:
- Cyberbullying
Merupakan tindakan yang dilakukan secara sadar untuk merugikan atau menyakiti orang lain. Itu bisa dilakukan melalui gangguan komputer, jejaring sosial di dunia maya, telepon seluler dan peralatan elektronik lainnya. - Perundungan fisik
Merupakan tindakan yang mengakibatkan seseorang secara fisik terluka akibat digigit, dipukul, ditendang dan bentuk serangan fisik lainnya. - Perundungan sosial
Mencakup perilaku seperti menolak, memeras, mempermalukan, menilai karakteristik pribadi, memanipulasi pertemanan dan mengucilkan. - Perundungan verbal
Meliputi perilaku kekerasan melalui intimidasi atau ancaman kekerasan, ejekan atau komentar rasis. Tidak hanya itu, dia juga melakukan bahasa bernada seksual atau menggoda ejekan dengki atau membuat komentar kejam.
Mulia Sari Dewi menegaskan ketika mulai melihat ada perilaku anak yang senang melakukan kekerasan, hal tersebut harus diwaspadai sebelum perlindungan terjadi pada orang lain.
“Dalam perundungan ini ada beberapa pihak yang berkait, yang paling umum terbagi tiga yaitu pelaku orang yang melakukan kekerasan. Yang kedua adalah korban yang mendapatkan kekerasan dari pelaku. Yang ketiga adalah orang-orang yang ada di sekitar peristiwa perundungan, baik yang mendukung pelaku maupun yang membela korban,” kata Mulia Sari Dewi.
Mulia menjelaskan, ada beberapa alasan kenapa korban perundungan tidak ingin melaporkan kejadian-kejadian tersebut. Pertama, mereka takut akan pembalasan. Merasa malu karena tidak bisa membela diri. Bisa juga takut tidak percaya, tidak ingin membuat khawatir orang tua, takut nasihat orang tua, takut guru akan memberitahu si pengganggu dan dianggap menjadi pengadu.
“Sementara orang lain yang malas melaporkan kejadian perundungan mereka merasa khawatir bahwa campur tangan akan membuat mereka menjadi target berikutnya. Salah percaya bahwa tidak ada orang yang bertanggung jawab untuk menghentikan intimidasi, tidak hadirnya guru atau orang tua dan keengganan saksi melapor menambah peluang terjadinya perundungan,” kata Mulia.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply