
JAKARTA, KalderaNews.com – Pemberlakuan pembelajaran tatap muka (PTM) dengan kapasitas 100 persen tetap jalan terus, meskipun kasus Covid-19 meningkat. Hal ini sudah mempertimbangkan kesiapan warga sekolah.
Deputi II Kepala Staf Kepresidenan RI Abetnego Tarigan mengatakan, dari hasil monitoring tim Kantor Staf Presiden (KSP) di lapangan, kesiapan tersebut ditunjukkan dengan memadainya sarana prasarana protokol kesehatan (Prokes) dan pemahaman warga sekolah tentang Covid-19 yang sangat baik.
BACA JUGA:
- 767 Siswa SD PENABUR Usia 6-11 Tahun di Kelapa Gading Mulai Divaksin
- Kasus Omicron Meningkat, 5 Perhimpunan Dokter Berkirim Surat ke Pemerintah, Begini Isinya
- Ternyata, 64 Persen Kampus Swasta di Jakarta Belum Siap Gelar Kuliah Tatap Muka
“Selain itu, capaian vaksinasi warga sekolah saat ini sudah hampir 100 persen,” ujar Abetnego.
Sesuai aturan terbaru, kegiatan PTM di sekolah boleh melibatkan siswa sebanyak 100 persen mulai semester kedua tahun ajaran 2021/2022. Aturan tersebut tertuang dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19.
Hal senada juga diungkapkan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang juga Koordinator PPKM Jawa-Bali. Ia menegaskan pemerintah akan tetap melanjutkan PTM di sekolah kendati kasus Omicron terus meningkat.
Menteri Luhut menyatakan, sampai kini belum ada kejadian luar biasa dalam penyebaran varian Omicron.
“Pembelajaran sampai saat ini tetap dilaksanakan. Kalau ada hal-hal yang luar biasa akan diambil keputusan tersendiri. Jadi, kami tidak ada rencana untuk menghentikan sekolah tatap muka,” ujar Menteri Luhut.
Menurut Menteri Luhut, meski kasus Covid-19 harian dalam seminggu terakhir terus mengalami peningkatan, tetapi peningkatan itu relatif masih terkendali. Karena, jumlah kasus konfirmasi dan aktif harian masih lebih rendah dari 90 persen jika dibandingkan dengan kasus puncak varian Delta tahun lalu.
Sementara, Abetnego juga mengungkapkan alasan lain pemerintah memberlakukan PTM dengan kapasitas 100 persen, yakni untuk mencegah terjadinya loss learning akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ) yang sudah berjalan hampir dua tahun.
“Selama pandemi kondisi pendidikan di Indonesia bisa dikatakan tertinggal dibanding dengan negara-negara lain, ini yang harus kita kejar,” kata Abetnego.
Pembelajaran jarak jauh yang diterapkan di masa pandemi, dinilai memberikan beban psikologis dan merubah pola belajar peserta didik. Terlebih lagi keterampilan orang tua dalam mendampingi dan mengajar peserta didik tidak semua sesuai dengan standar pendidik.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan share pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.
Leave a Reply