JAKARTA, KalderaNews.com – Kejahatan di dunia maya (cyber crime) menjadi ancaman serius bagi dunia industri keuangan. Hasil survei teranyar dari PricewaterhouseCoopers (PwC) mendapati fakta kalau dalam satu hari saja ada lebih dari 160 ribu serangan hacker. Jumlah ini tentu tidak main-main.
Makin tren dan masifnya penggunaan internet untuk transaksi keuangan, ternyata makin meningkat pula modus dan jenis kejahatan cyber yang mengekor industri keuangan keuangan.
Fakta mengejutkan lainnya, PwC mendapati mayoritas pelaku kejahatan cyber ternyata orang dalam perusahaan dan mantan karyawan. Pelakunya tidak jauh-jauh dari perusahaan atau mereka yang sudah resign. Mereka adalah kelompok atau barisan sakit hati yang menjadi mantan karena dipecat, konflik atau atau persoalan lainnya.
BACA JUGA:
- Hackers stole data from 57 million Uber riders, drivers: CEO
- Cara Mudah Hapus Jejak Digital, Milenial Harus Paham
- Keamanan Siber di Indonesia Anjlok, Perlindungan Data Pribadi Lemah
Temuan mereka menyebutkan dari 10 ribu kasus yang dilaporkan perusahaan kecil, menengah dan besar, PWC menemukan lebih dari 60% pelakunya adalah karyawan atau mantan karyawan. Sisanya, adalah hacker sejati atau pelaku besar yang ternyata dari pihak ketiga di perusahaan seperti kontraktor dan supplier.
Deretan hacker Indonesia yang dibekuk aparat keamanan pun terus bertambah dari waktu ke waktu sehingga makin menambah tumpukan uang yang berhasil dicuri. Triliunan rupiah sukses “dicuri” para hacker setelah mereka membobol rekening dan sistem keuangan lembaga atau perusahaan keuangan.
Apa mau dikata transaksi cashless memang menjadi lahan empuk para hacker. Transaksi cashless rentan diretas. Sekokoh apapun benteng pertahanannya, hacker tak henti menciptakan dan memvariasi senjata serangnya.
Pencurian data di dunia maya atau istilah teknisnya scam muncul dalam berbagai bentuk mulai dari situs tiruan hingga aplikasi phishing. Teknik scam dengan memunculkan situs tiruan yang sama persis dengan website lembaga atau perusahaan jasa keuangan yang asli.
Situs tiruan ini dibuat untuk mengecoh nasabah agar masuk ke situs palsu tersebut. Saat sudah terperangkap inilah penipu berusaha dengan berbagai cara dan teknik untuk mendapatkan data-data nasabah. Kalau sudah terkecoh, si penipu akan leluasa memanfaatkan akun keuangan yang didapatkan. Uang pun dikeruk semaunya.
Situs tiruan kini berkembang menjadi aplikasi tiruan. Perkembangan ini mengekor lembaga atau perusahaan jasa keuangan yang melengkapi transaksi onlinenya dengan aplikasi.
Para hacker pun tak mau ketinggalan. Tak hanya menciptakan aplikasi-aplikasi tiruan, mereka juga menyebar malware atau ransomware yang biasanya mengunci database dan sistem.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply