
JAKARTA, KalderaNews.com – Pendidikan Pancasila dinilai gagal, lantaran belum bisa membuat pelajar dan mahasiswa tertarik dan tercerahkan.
Direktur Pusat Studi Pemikiran Pancasila/CEO Silapedia, Syaiful Arif mengatakan, pengenalan Pancasila yang lepas dari tradisi pemikiran Pancasila membuat Pancasila tidak menarik dan tidak mencerahkan.
Karena itu, pendidikan Pancasila yang diajarkan secara formal semestinya tidak lepas dari filsafat pemikiran Pancasila.
BACA JUGA:
- Profil Pelajar Pancasila SD Tarakanita 1, Ubah Sampah Jadi Berkah
- Nggak Grogi Sama Sekali, Siswa TK Ini Lantang Nyanyi Garuda Pancasila di Depan Ibu Negara
- Sah, Pendidikan Pancasila Jadi Pelajaran Wajib dari SD sampai Perguruan Tinggi Mulai Juli 2022
“Pendidikan Pancasila secara formal gagal! Kenapa? Karena Pancasila tidak dikenalkan sebagai khazanah pemikiran, sehingga kita tidak tertarik dengan Pancasila dan tidak tercerahkan,” tutur Syaiful.
Hal itu dikatakan Syaiful saat menjadi pembicara dalam Kajian Pemikiran Pancasila yang digelar Lembaga Studi Agama Islam dan Filsafat, Silapedia, dan Program Studi Falsafah dan Peradaban Universitas Paramadina, Sabtu, 25 Maret 2023.
Akibat pengenalan Pancasila yang tidak menarik dan tidak mencerahkan tersebut, lanjut Syaiful, kendati pendidikan Pancasila diberikan di sekolah dan perguruan tinggi, manfaatnya kurang terasa. Bahkan, radikalisme masih berkembang.
Maka, menurut Syaiful, Pancasila tidak bisa dilepaskan dari tradisi pemikirannya.
Pancasila menurut Notonagoro
Salah satu pemikiran mengenai Pancasila disumbangkan Prof. Notonagoro, Guru Besar Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Notonagoro, kata Syaiful, merumuskan hakikat Pancasila secara ilmiah yang kemudian disebut sebagai eka-Pancasila.
Dalam pendapat Notonagoro ini, Indonesia bukan memiliki lima dasar negara, melainkan satu dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang menjadi satu.
Eka-Pancasila menjelaskan bahwa ada kesatuan dari semua sila Pancasila. Dalam satu sila, terdapat sila-sila yang lain.
Misal, pada sila Ketuhanan yang Maha Esa terdapat makna ketuhanan yang berkemanusiaan, berkebangsaan, demokratis, dan berkeadilan sosial.
Pada sila kemanusiaan, juga terdapat makna kemanusiaan yang berketuhanan, berkebangsaan, demokratis, dan berkeadilan sosial.
“Ini sebuah rumusan epistemologi yang tepat, karena seperti inilah Pancasila sebagai eka-Pancasila atau dalam istilah Soekarno, pancatunggal,” tutur Syaiful.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply