
TANGERANG, KalderaNews.com – Universitas Pelita Harapan (UPH) mengukuhkan guru besar baru bidang ilmu hukum, Prof. Dr. Jamin Ginting, S.H., M.H., M.Kn.
Dosen Prodi Hukum UPH ini dikukuhkan sebagai Guru Besar Tetap pada Bidang Ilmu Hukum berdasarkan SK Kemendikbudristek tertanggal 1 Agustus 2023.
Prof. Jamin menjadi Guru Besar ke-27 yang dikukuhkan di UPH.
BACA JUGA:
- Selamat, Fakultas Keperawatan UPH Ranking Pertama Uji Kompetensi Ners 2023
- Lewat Karya Jawa dan Bali “Bersatu”, Mahasiswi Petra Christian University Belajar di Paris
- 40 Ribu Siswa Terjerat Judi Online, Semangat Belajar Berkurang, Uang Sekolah Jebol
Prof. Jamin menyampaikan orasi ilmiah bertajuk “Crime Does Not Pay: Urgensi Pembentukan Pusat Perampasan Aset Independen Sebagai Wadah Penyelesaian Perampasan Aset Melalui Perampasan Aset Sistem Perdata dan Pidana”.
Penelitiannya mendesak agar pemerintah membentuk The Asset Recovery Agency (ARA) untuk mengelola aset hasil perampasan dari tindak pidana.
Crime Does Not Pay
Kata Prof. Jamin, urgensi pembentukan lembaga ini karena berdasarkan dengan doktrin teori “Crime Does Not Pay”.
Artinya, pelanggar hukum seperti koruptor tidak mendapatkan keuntungan dari tindakan pelanggaran hukum yang dilakukannya.
“Doktrin ini memberikan pesan yang kuat bahwa tidak ada seorang pun yang dapat menikmati aset-aset hasil kejahatan,” tegasnya.
“Hal ini akan memperlemah keinginan masyarakat, khususnya para pelaku potensial seperti koruptor untuk melakukan kejahatan,” imbuh Prof. Jamin.
Lebih lanjut, Prof. Jamin menyampaikan, salah satu solusinya adalah penyusunan Undang-Undang (UU) Perampasan Aset Sipil (Non-Conviction Based Asset Forfeiture/NCB).
NCB Asset Forfeiture merupakan tindakan hukum terpisah dari proses pidana, dan membutuhkan bukti bahwa suatu aset tertentu, tercemar oleh tindak pidana.
Bentuk lembaga independen
Menurut Prof. Jamin, NCB Asset Forfeiture dapat berjalan dengan efektif bila terdapat lembaga negara independen yang menjalankannya.
“Lembaga independen ini berfungsi untuk dapat menentukan dan melakukan perampasan aset serta mengajukan permohonan perampasan aset ke pengadilan,” paparnya
“Namun, para hakim pengadilan juga harus berkomitmen untuk memeriksa dan mengadili permohonan NCB Asset Forfeiture dengan tidak terpengaruh pada pendapat yang menyatakan bahwa proses NCB Asset Forfeiture itu melanggar Hak Asasi Manusia,” tambahnya.
Membentuk lembaga negara baru ini merupakan suatu keharusan dan kebutuhan yang ada bagi sistem penegakan tindak pidana korupsi di Indonesia.
Indonesia mesti memiliki lembaga independen tersebut dengan mencontoh beberapa negara yang telah membentuk lembaga yang memiliki kewenangan khusus dalam perampasan aset, seperti Inggris memiliki The Asset Recovery Agency (ARA), Kenya, memiliki ARA (Asset Recovery Agency) serta Thailand yang memiliki Anti-Money Laundering Office (AMLO).
Maka, Prof. Jamin berharap, pemerintah melanjutkan proses pembentukan Lembaga The Asset Recovery Agency (ARA) yang terkandung dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset.
Tim ahli RUU perampasan aset
Sementara, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Prof. Dr. Edward Omar Sharief Hiarej, S.H., M.Hum langsung mengajak Prof. Jamin menjadi anggota tim ahli dalam penyusunan RUU perampasan aset.
“Saya kira, Prof. Jamin pantas mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya atas orasi ilmiah yang disampaikan. Penelitiannya telah memberikan bantuan yang sangat berarti bagi kami yang sedang merancang RUU perampasan aset,” kata Prof. Edward Omar.
“Maka, kami di Kemenkumham memohon kesediaan Prof. Jamin menjadi anggota tim ahli dalam penyusunan RUU perampasan aset ini, sehingga kita dapat mengesahkannya pada tahun 2024,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply