Pemilu, Raja, Kritik Nabi dan Akademisi

Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto CM, Guru Besar di STFT Widya Sasana Malang
Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto CM, Guru Besar di STFT Widya Sasana Malang (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

Oleh: Prof. Dr. FX Eko Armada Riyanto, Guru Besar di STFT Widya Sasana Malang, Jawa Timur

MALANG, KalderaNews.com – Kekuasaan itu milik zaman dulu. Ada kritik nabi zaman dulu. Sekarang para akademisi. Nabi dan akademisi tidak meminati kekuasaan. Tetapi, merindukan kekuasaan yang menjunjung tata keadilan, kejujuran, ketidak-sewenang-wenangan di tanah ini. Apa akibatnya bila kritik mereka didengarkan dan bila tidak didengarkan?!

Raja itu – sekali lagi – zaman dulu. Zaman sekarang, mereka disebut “pengurus negara” (bukan pemilik kekuasaan negara). Negara tidak boleh dimiliki siapa pun, apakah perorangan, keluarga, golongan, kaum oligarkis, siapa pun dia/mereka (Cf. Bung Karno, Pendiri Negara ini). Tidak boleh. Sama sekali tidak boleh (meski itu dilakukan dengan mengubah undang-undang sekali pun). Pokoknya tidak boleh. Titik.

Moh. Hatta, salah satu Pendiri Negara ini pernah berkata: “Indonesia adalah negara pengurus, bukan negara kekuasaan”. Karena “negara pengurus”, pengurusnya harus adil, jujur, menjunjung moral, tidak mempermainkan aturan, tidak mbuat undang-undang “akal-akalan” secara sewenang-wenang demi mengegolkan kekuasaan nepote sendiri, tidak menyandera para koruptor (yang salah ya diadili, yang benar diganjar, prinsip moral rasional biasa), tidak menyalahgunakan kekuasaan atau resources aparatus kekuasaannya untuk kepentingan sendiri.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*