
JAKARTA, KalderaNews.com – Penggunaan kecerdasan buatan (AI) di dunia pendidikan tidak terhindarkan, termasuk chatbot AI seperti ChatGPT.
Maka, guru harus memandang AI ini sebagai peluang daripada ancaman.
Demikian dikatakan Prof David J Malan, Gordon McKay Professor, Practice of Computer Science Harvard University dalam seminar “Digital Skill Bagi Guru” di Jakarta.
BACA JUGA:
- Kemendikbudristek Rayakan Hari Musik Nasional, 9 Maret 2024, Majukan Musik Indonesia
- Ramai-ramai Beasiswa Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul (KJMU), Begini Penjelasan Disdik DKI Jakarta
- Materi UTBK SNBT 2024 Terbaru yang Akan Diujikan, Calon Mahasiswa Wajib Simak!
Kecerdasan buatan AI bakal bantu siswa dan guru
Prof. Malan menyontohkan, kelas dengan 30 siswa tak memungkinkan guru mendidik setiap anak serta menjawab semua pertanyaan di dalam kelas.
Nah, chatbot AI memberi peluang siswa untuk mencari tahu sesuatu yang butuh ia ketahui setelah belajar di kelas.
Selain itu, guru pun bisa mencari tahu pengetahuan yang dapat diberikan pada siswa di kelas dan mengembangkan pembelajaran dengan memanfaatkan AI.
So, menurut dia, tidak tepat bila sekolah melakukan banning atau pemblokiran tools AI di sekolah.
“Jangan takut, ini kesempatan. Software sekarang banyak bantu guru,” tegasnya.
Prof. Malan bakal mengajar langsung 272 guru terpilih se-Indonesia penerima beasiswa Microcredential CS50x Indonesia-Harvard University 2024 dari Kemendikbudristek dan LPDP di workshop digital skill di Jakarta Intercultural School (JIS), 8-9 Maret 2024.
Sebelumnya, para guru peserta CS50x ini telah belajar selama 22 minggu tentang algoritma, struktur data, encapsulation, manajemen sumber daya, keamanan, software engineering, sampai web development.
Jangan takut dengan AI
Sementara, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan, AI memiliki kekuatan besar membantu siswa dan guru di sekolah.
“Ke depan, ketika halusinasi chatbot AI menurun, mungkin siswa bisa belajar di mana kesalahannya dari AI. Ini bantu guru yang harus hadapi 30 siswa per kelas. Saat ini mungkin masih terhalang, tapi ke depan ini harapan,” ujar Menteri Nadiem.
Dia mengatakan, disrupsi AI memaksa pelaku pendidikan mencari cara mengevaluasi pemahaman siswa lebih dari sekadar soal-soal ujian yang bisa dicurangi pencarian jawabannya dengan chatbot AI.
“Ini nggak soal Indonesia, tapi secara global. Nggak apa-apa. Bingung pasti, tapi buka pikiran kita buat ujian lebih dari sekadar jawab soal,” ujarnya.
Menteri Nadiem juga menyoroti potensi AI untuk mendukung siswa serta guru jadi co-creator, bukan sekadar pengguna AI.
“Kalau memandangnya sebagai musuh, tidak akan jalan. Dan, jangan malu untuk bertanya pada siswa,” ujarnya.
Kehadiran AI di sekolah juga bakal mendorong guru untuk mendorong kreativitas dalam kelas.
“Ajaklah siswa belajar untuk suka jadi pembelajar sepanjang hayat, dan tahu harus ngapain dengan info-info yang dia peroleh itu,” kata Menteri Nadiem.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply