Peneliti Senior BRIN: Memalukan! Tidak Membangun Pendidikan dan Peradaban Politik yang Baik!

Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI
Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Revisi UU Pilkada oleh DPR, sehari setelah putusan MK tentang ambang batas pencalonan kepala daerah, sangat memalukan! Demikian peneliti dari BRIN.

“Ini betul-betul setback dan memalukan!” tegas Peneliti Senior Pusat Riset Politik BRIN, Prof. Firman Noor

Firman mengatakan, sikap DPR itu memperlihatkan ketakpedulian pada kepentingan rakyat, serta mengesampingkan pendidikan politik yang mendewasakan.

BACA JUGA:

Bukan pendidikan politik yang baik!

“Secara substansial mereka (DPR) lebih mementingkan dirinya, lebih mementingkan kelompoknya, untuk makin membuat kartelisasi politik di Indonesia semakin masif bekerja sama dengan para oligarki untuk kepentingan sesaat,” papar Firman.

“Bukan membangun pendidikan politik yang baik dan peradaban politik yang baik bagi seluruh rakyat,” imbuh peneliti BRIN ini.

Firman berpendapat, sikap DPR merevisi UU Pilkada untuk “mengakali” putusan MK menunjukkan hal yang luput dari praktik demokrasi yang selama ini dijalankan.

Menurut Firman, Indonesia itu dibangun dengan semangat kedaulatan rakyat demi tujuan kesejahteraan bersama.

“Daulat rakyat! Spirit demokrasi, bukan spirit oligarki!” ujar Firman.

DPR Revisi UU Pilkada

Pada Selasa, 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan ambang batas (threshold) pencalonan kepala daerah tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara partai politik/gabungan partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya, atau 20 persen kursi DPRD.

Di putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dikatakan, threshold pencalonan kepala daerah dari partai politik disamakan dengan pencalonan kepala daerah jalur independen/perseorangan/nonpartai seperti diatur pada Pasal 41 dan 42 UU Pilkada.

Namun, DPR melalui Badan Legislasi (Baleg) segera bergerak membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk melakukan revisi UU Pilkada.

Di sidang Panja revisi UU Pilkada Baleg DPR pada Rabu, 21 Agustus 2024, putusan MK “diakali” dengan membuat pelonggaran threshold itu hanya berlaku buat partai politik yang tak punya kursi DPRD.

Aturan tersebut menjadi ayat tambahan pada Pasal 40 revisi UU Pilkada yang dibahas Panja hanya sekitar 3 jam rapat.

Sedangkan, Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang mengatur threshold 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah pileg tetap diberlakukan bagi partai-partai politik yang memiliki kursi parlemen.

Selain itu, MK juga telah memutuskan syarat calon gubernur dan wakil gubernur minimal berusia 30 tahun terhitung sejak pendaftaran pasangan calon.

Tetapi, Baleg menyiasati keputusan MK tersebut dengan perubahan Pasal 7 ayat 2 huruf e UU Pilkada.

Panja Baleg merumuskan batas usia calon gubernur dan wakil gubernur minimal 30 tahun terhitung sejak pelantikan pasangan calon terpilih.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*