
JAKARTA, KalderaNews.com – Wacana kampus bisa mengelola bisnis tambang terus bergulir. Bila kampus kelola tambang, apakah UKT mahasiswa turun? Harapan atau ilusi?
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji sangsi mahasiswa akan mendapat keuntungan, bila kampus mengelola tambang.
“Jadi, keuntungan bisnis (tambang) sepenuhnya masuk kantong kampus, dan mahasiswa tidak bisa menikmatinya,” tegasnya Ubaid.
BACA JUGA:
- Kampus Diberi Peluang Kelola Tambang, Kemendikti Saintek: Kami Siap Ikut!
- Tegas! Dua Rektor Kampus Swasta di Yogyakarta Tegas Tolak Pengelolaan Tambang oleh Perguruan Tinggi!
- DPR Usul Kampus Bisa Kelola Bisnis Tambang, Kaukus Indonesia: Sesat Pikir!
Jika bisnis rugi, mahasiswa jadi tumbal
“Justru mahasiswa dijadikan sapi perah untuk menambah pundi pundi cuan di kampus. Ini yang terjadi sejak 2012 sampai sekarang. Itu kalau kampus mengelola tambang, lalu mengalami kerugian, siapa yang menanggung akibatnya?” tutur Ubaid.
Bila kampus rugi dalam mengelola tambang, lanjutnya, bisa-bisa kampus disegel, digadaikan, dan mahasiswa disuruh bubar.
Katanya, institusi pendidikan tak lagi mencerdaskan kehidupan bangsa, tetapi menjadi budak kapitalisme yang menyembah uang dan pasar.
Dan, ujung-ujungnya, mahasiswa juga yang menjadi korban!
“Jika kampus berbisnis, lalu keuntungannya untuk mahasiswa, bahkan bisa meringankan UKT, itu hanya ilusi dan halusinasi,” tegas Ubaid.
“Ini jelas bisa dibuktikan, sudah 10 tahun lebih berjalan, UKT meroket, mahasiswa tercekik biaya kuliah,” imbuhnya.
UKT turun, itu bohong!
Ubaid menyatakan, argumentasi tentang kampus mengelola tambang dapat menurunkan biaya UKT kental dengan nuansa kebohongan.
Narasi ini sama persis dengan argumen yang sudah dihembuskan 12 tahun lalu, saat UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi disahkan.
“Saat itu, mengapa pendidikan tinggi diperbolehkan berbisnis dalam aturan tersebut, pemerintah berdalih bahwa kalau kampus punya banyak profit dari bisnis, maka UKT akan rendah. Tapi nyatanya, saat ini UKT tambah meroket mahal dan tak kian terjangkau,” paparnya.
Uang kuliah turun, argumentasi anomali
Sementara, Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Satria Unggul juga mengatakan, karpet merah pengelolaan tambang untuk perguruan tinggi demi uang kuliah turun adalah anomali.
Persoalan pertama, katanya, selama ini kampus tidak didesain untuk mengelola tambang, karena sejatinya tugas dan fungsi perguruan tinggi di dalam undang-undang perguruan tinggi adalah untuk pengembangan ilmu di dalam pembelajaran, pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.
Satria pun menggarisbawahi persoalan potensi konflik kepentingan serta munculnya masalah dari pengelolaan tambang oleh kampus.
“Misal, dalam WIUPK itu lalu kampus harus menyertakan modal awal untuk pengelolaan tambang. Ini bakal jadi masalah ketika dana yang sebenarnya dialokasikan untuk aktivitas Tri Dharma, lalu dialokasikan untuk pengelolaan tambang,” urai Satria.
Apalagi jika berbicara tentang dampak pengelolaan tambang yang mesti diantisipasi, seperti environmental cost atau dampak lingkungan, serta social cost.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply