Peneliti BRIN: Inilah Penyebab Banjir di Jabodetabek, Tak Hanya Gegara Curah Hujan Tinggi

Banjir di salah ruas jalan di Jakarta. (KalderaNews.com/y.prayogo)
Banjir di salah ruas jalan di Jakarta. (KalderaNews.com/y.prayogo)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Banjir di Jabodetabek tidak hanya disebabkan curah hujan tinggi, tetapi karena beragam faktor lain yang semakin memperburuk kondisi.

Demikian diungkapkan Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yus Budiono.

Ada 4 faktor utama penyebab banjir di wilayah ini, yakni penurunan muka tanah (land subsidence), perubahan tata guna lahan (land use change), kenaikan muka air laut, serta fenomena cuaca ekstrem.

BACA JUGA:

Ternyata, ini penyebab banjir Jabodetabek

“Dari hasil riset, penyebab utama meningkatnya risiko banjir di Jabodetabek adalah penurunan muka tanah, yang berkontribusi hingga 145 persen terhadap peningkatan risiko banjir,” papar Yus.

Dia menambahkan, perubahan tata guna lahan yang tidak terkendali juga meningkatkan risiko banjir sampai 12 persen.

Sementara, kenaikan muka air laut hanya berdampak sekitar 3 persen.

Menurut Yus, kecenderungan kejadian banjir di Jabodetabek beberapa tahun terakhir menunjukkan adanya peningkatan intensitas peristiwa ekstrem.

“Perubahan iklim global menyebabkan lebih banyak hujan ekstrem, seperti yang terjadi pada 1 Januari 2020 dan akhir Januari 2025, ketika curah hujan mencapai lebih dari 300 mm, jauh di atas normal,” paparnya.

Banjir di Jabodetabek, katanya, bisa dikategorikan ke dalam tiga jenis utama, yakni:

  1. Banjir akibat hujan lokal (torrential rain flood)
  2. Banjir akibat luapan sungai (fluvial flood)
  3. Banjir akibat pasang laut (coastal flood)

Nah, banjir yang terjadi akhir-akhir ini, lebih dominan sebagai fluvial flood, di mana hujan terjadi lebih intens di bagian hulu dan menyebabkan luapan air di sungai-sungai besar.

Hutan dibabat, drainase parah

Sementara, Kepala Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Luki Subehi menyatakan, banjir tidak semata karena curah hujan tinggi. Tapi juga dipengaruhi pengelolaan sumber daya air dan perubahan tata guna lahan.

Ia menegaskan, pengurangan luas hutan dan daerah resapan air di wilayah hulu, terutama di sepanjang Sungai Bekasi dan Ciliwung, menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya aliran air permukaan yang berujung pada banjir.

Selain itu, sistem drainase di Jabodetabek yang tidak memadai turut memperparah kondisi banjir.

Luki mengatakan, banyak sistem drainase yang masih menggunakan perhitungan lama tanpa memperhitungkan peningkatan hujan ekstrem akibat perubahan iklim dan perkembangan tata guna lahan.

“Pembangunan kawasan permukiman baru sering kali tidak diiringi dengan sistem drainase yang memadai,” tegasnya.

Katanya, salah satu langkah mitigasi yang perlu segera dilakukan adalah pengerukan sungai serta saluran air sebelum musim hujan tiba untuk meningkatkan kapasitas aliran air.

“Di Belanda, konsep Room for Water diterapkan dengan menyediakan kolam-kolam penampungan air di sekitar sungai. Namun, di beberapa wilayah Jabodetabek, yang ada justru Room for People, di mana banyak pemukiman dibangun di sekitar sungai,” paparnya.

Selain itu, Luki menegaskan pentingnya koordinasi antarwilayah dalam pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), terutama untuk sungai yang melewati lebih dari satu kabupaten atau kota.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*