
JAKARTA, KalderaNews.com- Pendidikan tinggi di Inggris tengah menghadapi krisis terbesar dalam sejarahnya. Terjadi gelombang PHK dan beberapa program studi ditutup
Lebih dari 80 universitas di seluruh negeri sedang melakukan restrukturisasi besar-besaran yang mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal.
University and College Union (UCU) melaporkan bahwa setidaknya 5.361 pekerjaan terancam, dengan kemungkinan tambahan 5.000 posisi lainnya yang berisiko hilang.
BACA JUGA:
- 11 Kampus Terbaik di Britania Raya, Pilihan Menarik untuk Kamu yang Ingin Studi ke Luar Negeri!
- 5 Jenis Beasiswa S1 di Inggris yang Bisa Jadi Incaranmu
- 4 Jenis Tes Bahasa Inggris untuk Syarat Daftar Beasiswa, Scholarship Hunter Wajib Tahu!
Jika tren ini berlanjut, total PHK bisa melampaui 10.000, menjadikannya salah satu periode paling sulit bagi sektor pendidikan tinggi di Inggris.
Penyebab krisis kampus-kampus di Inggris
Krisis ini telah berlangsung selama beberapa tahun, dipicu oleh berbagai faktor yang semakin memperburuk kondisi finansial universitas.
Salah satu penyebab utama adalah pembekuan biaya kuliah bagi mahasiswa domestik di angka £9.250 (sekitar Rp196 juta) per tahun sejak 2017, meskipun inflasi terus meningkat.
Pemerintah memang mengumumkan kenaikan 3 persen untuk tahun akademik mendatang, tetapi angka tersebut masih jauh dari cukup untuk menutupi lonjakan biaya operasional yang telah meningkat hingga 30 persen selama periode yang sama.
Profesor Nicholas Barr dari London School of Economics menekankan bahwa tanpa tambahan dukungan dari dana publik, sistem pendidikan tinggi Inggris akan terus mengalami kemunduran.
Faktor kedua yang memperburuk situasi adalah penurunan drastis jumlah mahasiswa internasional, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama bagi universitas di Inggris.
Berdasarkan data dari pemerintah Inggris, jumlah visa studi turun lebih dari 30 persen pada tahun akademik 2024-2025, dengan pendaftaran mahasiswa pascasarjana turun hingga 40 persen.
Penurunan ini menjadi pukulan telak bagi universitas yang bergantung pada biaya kuliah lebih tinggi yang dibayarkan oleh mahasiswa asing.
Pada tahun 2023, sekitar 25 persen dari total mahasiswa di Inggris—lebih dari 750.000 orang—merupakan mahasiswa internasional, dengan lebih dari 100.000 di antaranya berasal dari India dan China.
Banyak pihak menilai bahwa penurunan jumlah mahasiswa asing ini berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang semakin membatasi imigrasi.
Sejak Januari 2024, Inggris menerapkan aturan yang membatasi hak kerja bagi mahasiswa asing serta memperketat visa bagi anggota keluarga mereka.
Kebijakan ini membuat Inggris menjadi kurang menarik sebagai destinasi pendidikan dibandingkan negara lain yang menawarkan kebijakan lebih fleksibel.
Dampak besar bagi universitas: PHK massal dan penutupan program studi
Akibat dari krisis keuangan ini, berbagai universitas di Inggris mulai mengambil langkah drastis untuk mengurangi pengeluaran.
Salah satu contoh paling mencolok terjadi di Cardiff University, universitas ternama di Wales yang telah berdiri selama lebih dari 140 tahun.
Pada Januari 2025, universitas ini mengumumkan rencana untuk memangkas 400 pekerjaan penuh waktu, yang mencakup sekitar 7 persen dari total tenaga kerja mereka.
Selain itu, Cardiff University juga berencana menutup beberapa program studi, termasuk sejarah kuno, musik, bahasa modern, serta keperawatan.
Keputusan untuk menutup program keperawatan memicu protes luas dari mahasiswa, tenaga pengajar, serta komunitas kesehatan setempat.
Banyak pihak menilai bahwa keputusan ini tidak tepat, mengingat Inggris saat ini tengah mengalami kekurangan tenaga medis di sistem kesehatan nasional (National Health Service/NHS).
Fenomena serupa juga terjadi di universitas-universitas lain di Inggris. Universitas Hull telah mengumumkan rencana untuk menutup program studi kimia, sementara Universitas Northumbria mempertimbangkan penghentian program bisnis dan bahasa.
Bahkan, Departemen Musik Cardiff, yang merupakan salah satu dari dua program akademik musik terbesar di Wales, juga terancam dibubarkan.
Akademisi lakukan gelombang perlawanan
Di tengah tekanan besar yang dihadapi sektor pendidikan tinggi, perlawanan mulai bermunculan. Serikat akademisi dan tenaga pendidik yang tergabung dalam UCU telah menggelar aksi mogok di berbagai kampus, termasuk di Universitas Brunel, Universitas Dundee, dan Newcastle.
Pemungutan suara mengenai aksi mogok juga dilakukan di Universitas East Anglia dan Sheffield Hallam, dengan mayoritas anggotanya menyetujui langkah tersebut.
Sementara itu, di Universitas Sheffield dan Durham, pemungutan suara masih berlangsung untuk menentukan apakah mereka akan ikut serta dalam aksi mogok besar-besaran.
Sekretaris Jenderal UCU, Jo Grady, menegaskan bahwa kebijakan pemangkasan besar-besaran ini akan berdampak negatif tidak hanya bagi tenaga pengajar, tetapi juga bagi mahasiswa yang akan mengalami penurunan kualitas pendidikan.
Ia menekankan bahwa serikat pekerja akan terus memperjuangkan hak tenaga pendidik dan memastikan bahwa kursus serta program studi yang penting tetap tersedia bagi generasi mahasiswa saat ini dan yang akan datang.
Profesor Nicholas Barr mengungkapkan bahwa jika universitas terus mengalami kesulitan keuangan, mereka akan dipaksa untuk memangkas lebih banyak program akademik, mengurangi investasi dalam fasilitas penelitian, serta menekan jumlah tenaga pengajar yang berpengalaman.
Ancaman untuk Inggris sebagai pusat pendidikan terbaik dunia
Jika situasi ini terus dibiarkan, maka reputasi Inggris sebagai salah satu pusat pendidikan terbaik dunia bisa terancam.
Universitas yang dulunya menjadi pilihan utama bagi mahasiswa internasional mungkin akan kalah bersaing dengan institusi di negara lain yang menawarkan kebijakan pendidikan lebih stabil dan berkelanjutan.
“Apabila universitas terus-menerus kekurangan dana, memang benar bahwa beberapa program mungkin akan tutup, tetapi masalah yang lebih besar adalah kualitas yang kami tawarkan kepada mahasiswa kami akan menurun,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply