JAKARTA, KalderaNews.com – Sebuah kebijakan kontroversial baru saja dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang sontak membuat para guru di seluruh penjuru negeri terheran-heran sekaligus penasaran.
Melalui Surat Edaran nomor 5684/MDM.B1/HK.04.00/2025, Dirjen GTK mewajibkan seluruh guru dari PAUD hingga SLB untuk memiliki satu hari khusus dalam seminggu untuk belajar!
Di tengah tuntutan mengajar dan seabrek administrasi, Kemendikdasmen justru ‘menghadiahi’ guru dengan kewajiban belajar selama sehari penuh setiap minggunya. Lantas, apa sebenarnya maksud di balik kebijakan yang diberi nama “Hari Belajar Guru” ini? Apakah ini angin segar untuk pengembangan diri, atau justru beban baru yang akan semakin memberatkan para pahlawan tanpa tanda jasa ini?
BACA JUGA:
- 110 Ribu Guru Swasta Lolos ASN P3K, Kemendikdasmen Bakal Redistribusi ke Sekolah Swasta Lagi
- Guru di Bandung Minta Siswa Gambar Alat Kelamin, Videonya Viral dan Dapat Kecaman!
- Aksi Guru yang Gunting Seragam Siswa Viral di Sosial Media, Warganet Kecam Tindakan Tersebut
Dirjen GTK, Nunuk Suryani, dalam keterangannya seperti dikutip dari laman Puslapdik Kemendikdasmen (1/5/2025), menjelaskan bahwa kebijakan ini bertujuan mulia, yakni untuk “memperkuat budaya belajar di ekosistem guru” dan menciptakan “semangat belajar sepanjang hayat”. Nunuk bahkan menyebutnya sebagai “ruang bersama untuk tumbuh dan berkembang”.
Namun, bagaimana implementasinya di lapangan? Apakah guru akan benar-benar memiliki waktu dan fokus untuk belajar di tengah padatnya jadwal? Dan yang paling penting, bagaimana nasib jam mengajar siswa pada hari ‘libur’ belajar guru ini?
Kebijakan ini berlaku untuk seluruh guru di sekolah negeri maupun swasta, dari tingkat PAUD hingga pendidikan kesetaraan. Mekanismenya adalah guru wajib belajar satu kali dalam seminggu dengan jadwal yang disepakati bersama.
Menariknya, kebijakan ini diklaim tidak akan mengganggu kegiatan belajar mengajar karena jadwal belajar guru akan disesuaikan per mata pelajaran. Jadi, guru Matematika punya hari belajar sendiri, begitu pula guru IPA dan PJOK.
Lalu, guru akan belajar apa saja? Ternyata, kegiatan belajar ini akan dilakukan melalui kelompok belajar seperti KKG/MGMP di berbagai tingkatan, serta forum kepala sekolah seperti KKKS/MKKS. Jadi, guru tidak akan belajar sendirian, melainkan berkolaborasi dan berdiskusi dengan rekan sejawat.
Pakar Pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya (UM Surabaya), Achmad Hidayatullah Ph D, memberikan apresiasi terhadap kebijakan ini. Ia menilai ini sebagai upaya pemerintah untuk menanamkan kebiasaan belajar pada guru.
Namun, ia juga mengingatkan agar kebijakan ini tidak hanya menjadi instruksi semata, tetapi mampu membangun keyakinan bahwa peningkatan mutu pendidikan hanya bisa tercapai jika guru terus belajar.
Dayat juga menyoroti pentingnya menyeimbangkan kebijakan ini dengan beban kerja guru. Ia mendesak agar beban administrasi guru dipermudah agar mereka benar-benar memiliki waktu yang berkualitas untuk belajar dan berdiskusi.
Apakah “Hari Belajar Guru” ini akan menjadi terobosan positif untuk meningkatkan kualitas pendidik di Indonesia, atau justru menjadi kebijakan yang sulit diimplementasikan dan menambah beban guru?
Waktu yang akan menjawab. Namun satu hal yang pasti, kebijakan ini telah memicu perbincangan hangat di kalangan guru dan pengamat pendidikan.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply