SUBANG, KalderaNews.com – Kasus orang tua yang mendatangi guru SMPN 2 Jalancagak di Kabupaten Subang, Jawa Barat, tengah menyita perhatian masyarakat.
Pihak sekolah akhirnya memberikan keterangan resmi dengan menjelaskan kronologi dan duduk perkara insiden tersebut.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Sarana dan Prasarana, Yaumi Basuki, mengakui adanya kekeliruan dalam proses pendisiplinan. Ia menuturkan bahwa peristiwa ini bermula dari kesalahpahaman antara pihak sekolah dan orang tua siswa.
BACA JUGA:
- Duh! Siswa Sekolah Internasional di Gading Serpong Tewas Usai Diduga Jatuh dari Lantai 8 Gedung Sekolah
- Inilah Identitas Lengkap 6 Mahasiswa KKN UIN Walisongo yang Hanyut Saat River Tubing di Kendal, 4 Meninggal Dunia, 2 Masih Dicari
- Dugaan Kekerasan di SD Negeri 150 Palembang, Guru Dituduh Pukul Siswa hingga Lebam
Menurutnya, guru yang bersangkutan sebenarnya hanya ingin menegakkan aturan karena ZR (16) bersama tujuh siswa lain diketahui meloncat pagar sekolah untuk bolos.
Kronologi guru di Subang tampar siswa
“Kejadian kemarin sebenarnya bentuk kesalahpahaman antara orang tua siswa dan pihak sekolah. Kami bermaksud menegakkan kedisiplinan, namun tidak membenarkan kekerasan fisik,” ujar Yaumi, Rabu (5/11/2025).
Yaumi menjelaskan bahwa setelah peristiwa itu, sekolah langsung melakukan mediasi dengan guru, orang tua ZR, dan pihak sekolah pada Selasa (4/11/2025).
“Sudah ada pertemuan dan saling memaafkan. Guru dan orang tua siswa sudah saling menerima,” tambahnya.
Meski sudah dilakukan mediasi, orang tua ZR tetap memutuskan untuk mengunggah kejadian tersebut di media sosial.
“Kami tidak bisa melarang, itu hak beliau. Tapi sebenarnya pada hari Selasa masalah sudah selesai dan sudah ada permintaan maaf,” ungkapnya.
Yaumi menuturkan, insiden itu berkaitan dengan aturan baru yang melarang siswa meloncat pagar sekolah yang baru selesai dibangun dua minggu sebelumnya.
“Kami sudah mengingatkan agar pagar baru ini dijaga. Tapi ada beberapa siswa, termasuk ZR, yang masih melompatinya,” jelasnya.
Pihak sekolah khawatir pagar itu kembali rusak karena sebelumnya sempat roboh akibat ulah siswa dan cuaca buruk. Dari kejadian tersebut, delapan siswa disebut mendapat tamparan ringan dari guru.
“Iya, delapan orang. Guru hanya menampar pelan setelah upacara, ketika anak-anak belum bubar,” ujar Yaumi.
Sekolah mengakui bahwa tindakan fisik bukanlah langkah yang tepat dalam mendisiplinkan siswa.
“Kami akan mengevaluasi metode pembinaan agar ke depan bisa menegakkan disiplin tanpa kekerasan,” tegasnya.
Siswa kerap melakukan pelanggaran disiplin
Diketahui, ZR sudah beberapa kali melakukan pelanggaran disiplin sejak kelas VII dan orang tuanya juga pernah dipanggil sebelumnya.
Video yang memperlihatkan perselisihan antara orang tua murid dan guru kemudian viral di media sosial. Dalam rekaman itu, seorang guru bernama Rana Setiaputra mengakui telah menampar siswa, namun menyebut tindakan itu karena teguran sebelumnya tidak diindahkan.
“Sudah diingatkan baik-baik tapi tidak nurut, cara-cara biasa tidak mempan, anak-anak makin ngelunjak,” ujar Rana dalam video tersebut.
Sementara itu, orang tua siswa bernama Deni Rukmana mengakui anaknya memang bersalah karena memanjat tembok hingga roboh, tetapi menolak cara guru yang menggunakan kekerasan.
“Saya akui anak saya salah gara-gara manjat tembok sampai roboh, tapi saya tidak suka cara guru memakai kekerasan. Bukan anak saya saja yang kena, delapan anak digampar,” tulisnya di akun Instagram @mangdans_.
Deni juga menambahkan bahwa anaknya ditampar tiga kali oleh guru karena masuk sekolah lewat pagar belakang. Ia sempat mengancam akan melaporkan guru ke Gubernur Jabar, namun mendapat tantangan balik dari sang guru.
Kasus ini akhirnya menarik perhatian Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang langsung memanggil pihak sekolah dan guru untuk meminta penjelasan. Melalui akun Instagram pribadinya, Dedi menyebut bahwa peristiwa tersebut perlu diselesaikan dengan bijak.
“Anaknya merokok, berkelahi, dan loncat dari tembok sekolah. Artinya memang ada kekeliruan dari sisi anak juga,” ujar Dedi.
Ia menegaskan pentingnya kerjasama antara orang tua dan guru dalam mendidik anak.
“Orang tua juga harus sadar diri. Saat anak berada di sekolah, percayakan sepenuhnya pada guru. Guru tentu punya batas kesabaran dan tidak mungkin berlebihan dalam mendidik,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnyadi Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply