Tancap Gas! Target Free Float 25% demi Pikat Investor Asing, Tantangan Berat Tahap Awal ke 10% Dulu

Saham anjlok, runtuh, koreksi,
Saham anjlok (EduFulus/Ist)
Sharing for Empowerment

The Path To Financial Freedom, EduFulus – Pasar modal Indonesia siap-siap memasuki era baru. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama dengan Bursa Efek Indonesia (BEI) secara serius mengkaji peningkatan drastis batasan free float atau saham publik yang dapat diperdagangkan dengan target ambisius mencapai 25% secara bertahap.

Langkah strategis ini diambil demi menyelaraskan pasar modal domestik dengan standar regional dan membuka pintu lebih lebar bagi arus investasi asing, terutama di saham-saham unggulan (blue chip).

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menyatakan bahwa kajian mengenai kenaikan batas free float ini sudah memasuki tahap akhir dan akan segera diterapkan.

SIMAK JUGA: Sisi Gelap Influencer Saham, Batas Tipis Edukasi dan Jebakan Manipulasi Pump and Dump

“Ini sudah menjadi kajian kami yang sangat serius dan mudah-mudahan dapat kami terapkan dalam waktu dekat,” ujar Inarno pada Sabtu, 15 November 2025.

Batasan minimum free float yang saat ini berada di level 7,5%, dinilai masih tertinggal jauh di bawah rata-rata kawasan regional, akan dinaikkan menjadi 10% sebagai langkah awal.

“Target kami memang 25 persen, tetapi tidak mungkin kami langsung ke 25 persen karena konsekuensinya,” imbuh Inarno. Kenaikan akan berlanjut ke 15% dan puncaknya 25%.

IPO Baru Wajib 10%, Perhitungan Berubah ke Market Cap

Sejalan dengan kebijakan ini, BEI juga akan meminta perusahaan yang akan melaksanakan Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering atau IPO) di masa depan untuk langsung memenuhi minimal free float sebesar 10%.

Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menambahkan bahwa perubahan signifikan lain adalah basis perhitungan persentase free float yang tidak lagi menggunakan ekuitas perusahaan, melainkan kapitalisasi pasar (market cap).

“Market cap atau kapitalisasi pasar lebih menunjukkan kondisi perusahaan saat ini,” jelas Iman, yang menganggap langkah ini lebih realistis dalam mencerminkan nilai sebenarnya emiten.

Iman Rachman menyoroti PR besar BEI saat ini: mendorong perusahaan blue chip yang sudah lama melantai untuk meningkatkan free float-nya yang masih rendah. Hal ini krusial karena free float yang minim dapat menghambat masuknya investor asing.

SIMAK JUGA: “Kirim Surat Cinta” Keberatan, Bursa dan Emiten Bete MSCI Soal Aturan Free Float

“PR kami adalah bagaimana perusahaan yang darling dulu, misalnya bank-bank seperti CIMB yang free float-nya masih rendah, lebih tinggi, karena kalau terlalu rendah, asing tidak bisa masuk juga,” ungkapnya.

Untuk mempermudah dan mempercepat peningkatan saham free float, BEI juga mengusulkan kepada OJK agar mempermudah persyaratan bagi perusahaan yang ingin melakukan rights issue. Menurut Iman, proses rights issue saat ini terlalu berbelit, hampir sama rumitnya dengan proses IPO.

Tantangan saat ini masih ada sekitar 30 perusahaan yang belum memenuhi batas minimum free float 7,5%. Bahkan, per 30 Oktober 2025, sebanyak 38 perusahaan telah disuspensi perdagangannya oleh BEI karena tidak mematuhi ketentuan free float.

Dengan kebijakan free float bertahap dan penguatan pengawasan pasar dari OJK, pasar modal Indonesia diharapkan dapat lebih likuid, transparan, dan kompetitif di mata dunia.

SIMAK JUGA: Ini Hasil Resmi Rebalancing MSCI, BREN dan BRMS Nangkring di Indeks Global Elite, Raksasa Konsumer ICBP dan Farmasi KLBF Didepak!

* Kuy cerdas investasi dan trading dengan artikel edukatif EduFulus lainnya di Google News. Dus, jika Anda ingin bekerjasama dengan kanal EduFulus, silakan hubungi tim di WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*