The Path To Financial Freedom, EduFulus – Bursa Efek Indonesia (BEI) secara terbuka menyoroti tantangan besar yang dihadapi pasar modal domestik tahun depan, yaitu potensi arus modal keluar (capital outflow) signifikan akibat rencana penyesuaian perhitungan free float (saham beredar bebas) oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI).
Direktur Utama BEI, Iman Rachman, mengingatkan bahwa proposal baru MSCI ini bisa berdampak langsung pada porsi Indonesia dalam indeks global, yang dijadikan patokan oleh manajer investasi asing.
“Tahun depan kita tetap harus waspada. Terutama mungkin yang saya perlu ingatkan, kalau MSCI jadi menerapkan mengenai proposal, ada potensi keluar dari Indonesia yang cukup besar,” tegas Iman.
Isu ini bukan sekadar wacana; BEI mencatat bahwa saat kabar tersebut berhembus, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat bereaksi keras dengan anjlok hampir 4% pada perdagangan 27 Oktober 2025 lalu.
MSCI Kaji Penggunaan Data KSEI dan Aturan Baru Free Float
MSCI tengah mencari masukan dari pelaku pasar mengenai rencana penggunaan laporan kepemilikan efek bulanan dari Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) sebagai data tambahan untuk memperkirakan free float.
Dalam pendekatan barunya, MSCI mempertimbangkan:
- Kepemilikan yang Dikecualikan: Saham yang dimiliki oleh korporasi dan kategori lainnya (baik domestik maupun asing) dalam data KSEI akan dikecualikan dari perhitungan free float.
- Pendekatan Konservatif: MSCI akan menggunakan nilai free float terendah antara data laporan emiten dengan data KSEI.
- Dampak bagi Indonesia: Karena banyak perusahaan Indonesia memiliki kepemilikan besar oleh korporasi atau kelompok tertentu (bukan publik), aturan baru ini berpotensi menurunkan nilai free float saham-saham domestik.
Keputusan akhir MSCI akan diumumkan maksimal pada 30 Januari 2026 dan metode baru direncanakan mulai digunakan pada Mei 2026.
Selain itu, MSCI juga akan mengubah cara pembulatan angka free float menjadi lebih ketat, seperti low float (5-25%) akan dibulatkan ke kelipatan 0,5% terdekat.
OJK dan BEI Balas Tantangan
Menyikapi tantangan ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI kompak merespons dengan mendorong peningkatan kewajiban free float emiten di Indonesia. Saat ini, free float di bursa domestik masih tergolong rendah di kawasan regional.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi, menargetkan peningkatan free float dari yang saat ini minimum 7,5% menjadi 10% dalam waktu dekat.
SIMAK JUGA: “Kirim Surat Cinta” Keberatan, Bursa dan Emiten Bete MSCI Soal Aturan Free Float
“Mungkin target kita memang 25%, tetapi nggak mungkin kita langsung ke 25%… kita akan secara bertahap itu kita akan naikkan mungkin dalam waktu dekat itu kita akan naikkan ke 10%,” ungkap Inarno, seraya menargetkan peningkatan bertahap hingga 25% ke depannya.
Langkah konkret yang akan dilakukan meliputi:
- Kewajiban IPO: Perusahaan yang akan melakukan IPO diwajibkan memiliki free float minimal 10%, yang kemudian akan ditingkatkan bertahap ke 15% dan 25%.
- Penyesuaian BEI: Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, menambahkan bahwa BEI akan menyesuaikan perhitungan free float dari yang sebelumnya berdasarkan nilai ekuitas menjadi berdasarkan kapitalisasi pasar saat pencatatan perdana, untuk menghasilkan klasifikasi ukuran yang lebih relevan dan mendukung peningkatan nilai free float secara keseluruhan.
Upaya kolektif OJK dan BEI ini diharapkan dapat memitigasi dampak MSCI effect dan menjadikan pasar modal Indonesia lebih likuid serta menarik bagi investor global.
SIMAK JUGA: Huru-Hara MSCI Rontokkan IHSG: Wacana Aturan Baru Free Float Picu Arus Jual Investor
* Kuy cerdas investasi dan trading dengan artikel edukatif EduFulus lainnya di Google News. Dus, jika ada yang tertarik menjalin kerjasama dengan di konten EduFulus, silakan hubungi tim di WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply