Ditolak Mentah-mentah! Wacana 6 Hari Sekolah di Jawa Tengah Ditolak Keras Guru dan Siswa

Guru di depan kelas
Guru di depan kelas (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

SEMARANG, KalderaNews.com – Wacana Pemprov Jateng terkait 6 hari sekolah bagi siswa SMA/SMK ditolak mentah-mentah. PGRI sorot minimnya kajian dan beban ganda guru.

Kebijakan yang masih dalam tahap kajian ini dinilai sebagai “jalan mundur” yang tidak adil, memberatkan, serta mengorbankan keseimbangan hidup.

Bahkan, Ketua PGRI Jateng, Muhdi menjadi orang yang paling vokal menyuarakan penolakan.

BACA JUGA:

Alasan PGRI menolak

Muhdi mempertanyakan urgensi perubahan tersebut, mengingat keputusan lima hari sekolah sebelumnya sudah didasari alasan yang rasional.

Dia menegaskan bahwa mengembalikan jadwal menjadi enam hari kerja seolah-olah mengabaikan tanggung jawab keluarga dalam pendidikan.

Ia mengingatkan bahwa siswa membutuhkan waktu libur dua hari untuk bersosialisasi dan mengembangkan soft skill, serta mengembangkan hobi dan kompetensi diri di luar kurikulum sekolah.

Selain itu, ia menyoroti kesejahteraan guru. Hari Sabtu dan Minggu sangat dibutuhkan guru, yang juga orangtua, untuk memulihkan fisik dan mental, mengurus keluarga, bahkan untuk pengembangan keprofesian.

Tren pendidikan dunia seperti di Skandinavia dan Eropa, kata Muhdi justru menuju pada pengurangan hari sekolah.

“Kalau kita balik lagi ke 6 hari, itu jalan mundur!” tegasnya.

Diskriminasi dan beban keluarga

Penolakan senada datang dari kalangan guru di lapangan. Ashfi, seorang guru SMAN 7 Semarang merasa bahwa kebijakan 6 hari hanya akan menambah beban kerja.

“Kami juga punya anak, punya keluarga. Masa kami harus merawat anak orang lain tapi anak kami sendiri tidak dipikirkan?” kritiknya tajam.

Ashfi juga menyoroti dugaan diskriminasi dalam rencana penerapan, di mana guru fungsional (pengajar) wajib masuk pada hari Sabtu, sementara pegawai struktural di dinas justru libur.

Selain itu, dengan jadwal lima hari yang sudah padat, libur hanya hari Minggu dinilai tidak cukup untuk me-time dan mengurus rumah tangga.

Fokus perbaiki kualitas, bukan ubah jadwal

Para siswa pun menyatakan ketidaksetujuan. Albani Telanai, siswa SMAN 11 Semarang, menilai mengubah sistem menjadi enam hari hanya akan membuat sekolah menjadi “pengisi waktu luang” daripada wadah mencari ilmu, karena mutu kualitas pendidikan tidak diutamakan.

Ia mendesak pemerintah fokus pada kesejahteraan dan kualitas tenaga pendidik.

Siswa lain, Muhammad Farhan Daffara dari SMK Bina Nusantara Ungaran, juga merasa keberatan.

“Lebih baik lima hari sekolah, karena di hari biasa pun pulangnya sore dan banyak tugas yang numpuk. Sudah efektif yang lima hari sekolah,” ujarnya.

Masih dikaji, tergantung pemerintah daerah

Menanggapi penolakan yang masif, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Jateng, Sadimin, menegaskan bahwa program ini tahap kajian.

Sementara itu, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, tak mempermasalahkan wacana tersebut.

Ia menyatakan, durasi belajar anak dalam satu minggu harus sesuai ketentuan, dan keputusan akhir tentang lima atau enam hari sekolah adalah kebijakan penuh pemerintah daerah.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*