
JAKARTA, KalderaNews.com – Pengakuan atas kepeloporan orang-orang Tionghoa dalam status kesusastraan Indonesia masih belum tercatat dalam sejarah. Padahal, sejak tahun 1870-an, sudah banyak karya sastra yang ditulis oleh orang-orang peranakan Tionghoa.
Kesusastraan ini ditulis dalam bahasa Melayu oleh orang Tionghoa perantauan dan berkembang di Hindia Belanda, khususnya di Jawa sejak akhir abad 19 sampai tahun 1945.
Kepala Pusat Riset Manuskrip Literatur, dan Tradisi Lisan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Sastri Sunarti, menyampaikan tentang sumbangan sastra peranakan Tionghoa untuk sastra Indonesia modern. Sastra peranakan Tionghoa merupakan fenomena yang sangat menarik dalam khazanah sastra Indonesia modern.
BACA JUGA:
- Inilah Daftar Lengkap 300 Marga Tionghoa Asli yang Hingga Kini Masih Banyak Dipakai di Tanah Lelulur
- Inilah Marga-marga Tionghoa di Indonesia dan Nama-nama Tionghoa yang Di-Indonesia-kan
- Mau Tahu Kenapa Shio Babi Ada di Urutan Terakhir dalam Zodiak Tionghoa? Ini 2 Alasannya
Ini merupakan tradisi sastra Melayu-Indonesia modern yang paling tua bahkan lebih awal dari masa Balai Pustaka. Sastra peranakan Tionghoa telah berkembang sejak akhir abad ke-10 hingga abad ke-20.
“Sejak tahun 1870, karya-karya pertamanya dimuat sebagai cerita bersambung dalam surat kabar dan mulai diterbitkan dalam bentuk buku kecil agar mudah disebarluaskan,” ungkap Sastri mengutip apa yang ditulis oleh Claudine Salmon, saat Diskusi MLTL #10, yang mengangkat tema “Manuskrip dan Sastra Cetak Karya Peranakan Tionghoa di Indonesia” pada Kamis, 20 Juli 2023.
Sastri mengatakan bahwa lahirnya karya sastra peranakan Tionghoa merupakan respon dari semangat zaman pada akhir abad ke-19. Di mana masyarakat Hindia Belanda (Indonesia) pada masa itu sedang beralih dari masyarakat jajahan feodal yang berdasarkan ekonomi alam ke masyarakat jajahan kapitalis yang berdasarkan ekonomi pasar.
Pengarang peranakan Tionghoa menjadi jembatan bagi penerusan bahasa Melayu dalam karya mereka hingga munculnya terbitan sastra Balai Pustaka.
“Jadi pasar juga membantu suburnya karya-karya sastra. Artinya banyak yang berminat. Ada permintaan ada barang,” ungkapnya lagi.
Ia juga menjelaskan, bahasa Melayu yang dirintis oleh Abdullah Kadir Munsyi justru dikembangkan dan dipopulerkan oleh karya sastra kaum peranakan Tionghoa sehingga menjadi bahasa Melayu Populer. Pengarang peranakan Tionghoa menjadi jembatan bagi penerusan bahasa Melayu dalam karya mereka hingga munculnya terbitan sastra Balai Pustaka.
“Karya sastra peranakan lebih realistis, banyak kreasi baru, dan perintis jalan bagi sastra Indonesia Modern,” imbuh Sastri mengakhiri pemaparannya.
Ketua Komunitas Perhimpunan Peranakan Tionghoa Makassar (KP2TM), Arwan Tjahjadi menjelaskan, fakta-fakta dalam beberapa koleksi buku memberikan pembaruan bahwa sejak tahun 1800-an banyak tulisan yang mengisahkan tentang peran-peran orang Tionghoa Peranakan di dalam kesusastraan Melayu.
iem Kheng Young adalah salah satu penulis aksara Lontara Melayu yang mempunyai ratusan buku. Ia merupakan penterjemah naskah cerita Tionghoa ke dalam bahasa Melayu Makassar. Dia bisa membaca dengan cermat tulisan kanji, sehingga dapat menterjemahkan dari bahasa mandarin ke dalam bahasa lontara Melayu Makassar.
Menurut Arwan, sebagai bagian dari kelompok peranakan Tionghoa, tidak berarti mereka ingin mendapatkan tempat yang khusus (eksklusif) dalam kehadirannya sebagai bagian dari bangsa Indonesia.
“Tetapi kita ingin mendalami budaya-budaya yang harus kita tampilkan, karena ada karya-karya yang tersembunyikan sejak tahun 1870,” imbuh Arwan.
Lebih lanjut dikatakannya bahwa kaitan dengan aksara Lontara yang disampaikan tadi, pada umumnya yang menuliskan adalah orang-orang peranakan Tionghoa. Ada beberapa nama-nama sastrawan peranakan yang dikenal Arwan, seperti Liem Kheng Young. Kemudian ada Ang Bang Tiong, yang menulis buku pantun Melayu-Makassar dan ada juga seorang tokoh lagi tetapi tidak sepopuler Liem Kheng Young.
Arwan memiliki 52 buku karya Liem Kheng Young, yang merupakan peninggalan dari leluhurnya. Menariknya buku tersebut sudah lebih dari satu abad dan masih tersimpan bagus, karena kualitas kertasnya bagus. Sehingga setipis itupun buku-buku tersebut dapat bertahan dan memelihara dirinya sendiri, meskipun di dalam perawatannya asal-asalan saja. Sehingga dapat dikatakan bahwa buku ini tersimpan dengan baik atas kekuatannya sendiri.
“Alhamdulillah semua buku-buku tersebut sudah terekam dan tersimpan baik di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),” jelas Arwan.
Sementara itu, Peneliti BRIN Husnul Fahimah Ilyas dalam paparannya yang berjudul “Mengungkap yang Terselubung, Menyurat yang Tersirat”, menyampaikan banyak hal-hal yang terselubung, misalnya data-data dan informasi yang terkait dengan Tionghoa, baik itu Totok maupun Peranakan. Banyak sekali, terutama di Makassar yang belum terbaca, terutama manuskrip-manuskrip karya Liem Kheng Young yang lebih dari 2000 jilid belum terbaca dengan sempurna.
“Keakraban orang Tionghoa terjalin dengan baik dengan orang-orang Makassar asli. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya sejumlah karya seni terutama sastra yang berbaur dengan ke-Makassar-an,” kata Husnul.
Data ini menunjukkan orang-orang Tionghoa yang sudah hidup turun temurun di daerah ini telah menguasai penggunaan bahasa Makassar. Sehingga mereka dapat berinteraksi dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Penguasaan bahasa Makassar tidak sebatas pada bahasa sehari-sehari (pasaran), akan tetapi mampu menggunakannya dalam tulisan-tulisan sastra, baik prosa maupun sajak.
Pemakaian bahasa sastra memiliki tingkat kemahiran berbahasa yang lebih tinggi, karena di dalamnya termuat imaji-imaji, metafora, simbol-simbol, dan sebagainya.
Liem Kheng Young atau biasa di sapa dengan “Angko Sura”, merupakan salah seorang penulis karya sastra berbahasa Makassar dan Cina yang cukup produktif pada tahun 1928-1936. Ia diperkirakan lahir pada tahun 1875 dan berasal dari Tiotoa-Fujian bagian selatan.
“Karya sastra yang ditulisnya dalam satu jilid maksimal membutuhkan waktu tiga hari, bahkan banyak karya sastra yang ditulisnya, hanya dalam satu hari saja,” ungkap Husnul.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply