
JAKARTA, KalderaNews.com- Iskandar Nazari, sosok inspiratif yang kini menyandang gelar Guru Besar memiliki perjalanan akademik yang pelik.
Tak banyak yang menyangka bahwa perjalanan akademik seorang guru besar bisa dimulai dari sebuah lorong sunyi penuh ujian hidup dan itulah yang dialami Iskandar.
Ia menjadi guru besar di bidang Psikologi Pendidikan di Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin (UIN STS) Jambi.
BACA JUGA:
- Lolos 34 Universitas Top Dunia, Anak Pedagang Bakso Ini Pilih ke Australia dengan Beasiswa Garuda
- Sosok Azzahra Maulida: Penyuluh Muda yang Membumikan Moderasi, Menyalakan Harapan Ekonomi
- Almer, Murid SMA Cikal Amri Setu, Peraih Medali Emas dan Perunggu di Kejuaraan Wushu Internasional
Lahir di Kerinci pada tahun 1975, Iskandar adalah putra dari seorang guru SD bernama Nazari Syarif. Sejak muda, ia telah menunjukkan semangat belajar yang luar biasa.
Harus rela mendapat SK satpam honorer kampus meski berstatus doktor
Perjuangan panjangnya membawa Iskandar berhasil menuntaskan studi doktoral di Universiti Kebangsaan Malaysia pada akhir 2008, sebuah pencapaian akademik yang membanggakan.
Namun, selepas meraih gelar doktor dan pulang ke Jambi, hidup justru memberinya ujian besar. Tak ada satu pun kampus yang menerimanya sebagai dosen.
“Gelar doktor sudah di tangan tapi pintu-pintu pekerjaan belum terbuka. Saya kembali ke rumah bukan sebagai dosen tapi sebagai pengangguran bergelar doktor. Itulah masa paling sunyi dalam hidup saya,” ujarnya.
Di tengah kesunyian itu, takdir perlahan membuka jalan. Pada awal 2009, Rektor IAIN STS Jambi saat itu, Prof. Dr. Mukhtar Latif, MPd, menawarinya posisi sebagai staf ahli rektor.
Sayangnya, status formal tersebut terhambat oleh kendala birokrasi. Satu-satunya cara agar ia dapat menerima honorarium adalah dengan menerima status sebagai tenaga honorer satpam.
“Saya membantu dan mendampingi beliau (rektor), tapi karena keterbatasan birokrasi, satu-satunya SK yang bisa dikeluarkan waktu itu adalah berstatus honor sebagai satpam untuk bisa dibayar,” ujarnya.
Ia menyambung, “Insentifnya dengan senang hati saya terima dengan ikhlas, saya jalani dengan penuh rasa syukur karena saya tahu ilmu bukan soal status tapi keberkahan.”
Iskandar menjalani status honorer satpam kampus itu selama hampir satu tahun. Namun, tekad dan dedikasinya tidak pernah surut.
Dikukuhkan jadi guru besar dengan orasi ilmiah Restorasi “Ruhiologi” dalam Pendidikan Holistik Abad 21
Pada akhir 2009, ia mengikuti seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan dinyatakan lulus sebagai dosen tetap. Sejak saat itu, perjalanan karier akademiknya menanjak.
Melalui ketekunan, kerja keras, dan dedikasi dalam bidang psikologi pendidikan, Iskandar terus melangkah hingga mencapai jabatan akademik tertinggi: guru besar.
Puncak perjuangannya itu diresmikan dalam acara pengukuhan guru besar yang berlangsung pada Rabu, 14 Mei 2025 di Auditorium Chatib Quzwain, UIN STS Jambi.
Dalam momen penuh haru tersebut, ia membawakan orasi ilmiah bertajuk Restorasi “Ruhiologi” dalam Pendidikan Holistik Abad 21, yang merefleksikan pemikirannya tentang pentingnya pendekatan spiritual dan emosional dalam dunia pendidikan masa kini.
Dengan suara bergetar, Iskandar menceritakan kembali jalan panjang hidupnya. Sebuah kisah yang bukan hanya menyentuh, tetapi juga mengajarkan bahwa keberhasilan sejati tidak ditentukan oleh awal yang mudah, melainkan oleh keteguhan hati untuk terus berjuang, meski harus menempuh jalan yang tak biasa.
Kini, Iskandar Nazari bukan hanya seorang guru besar, tetapi juga simbol harapan dan inspirasi bahwa dengan ilmu, kerendahan hati, dan ketulusan, setiap perjuangan akan menemukan jalannya menuju cahaya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnyadi Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply