Marak Kasus Kekerasan di Sekolah, DPR Sebut Game Online Jadi Salah Satu Pemicunya

Murid bawa HP ke sekolah. (Ist.)
Murid bawa HP ke sekolah. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com- Fenomena kekerasan di lingkungan sekolah kian menjadi sorotan. Salah satu faktor yang memicu perilaku tersebut adalah pengaruh game online.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Lalu Hadrian Irfani, menilai maraknya kasus kekerasan di sekolah salah satunya dipicu oleh pengaruh game online.

Ia menyambut positif kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) yang melarang anak-anak memainkan game online Roblox.

BACA JUGA:

Menurutnya, langkah tersebut menjadi upaya preventif untuk melindungi peserta didik dari paparan konten kekerasan maupun perilaku negatif.

“Games daring seperti Roblox ternyata berdampak sangat mengkhawatirkan, terutama karena mengandung konten kekerasan dan bullying. Banyak kasus kekerasan di sekolah yang setelah ditelusuri, ternyata dipengaruhi oleh games online seperti ini,” kata Lalu Hadrian Irfani.

65 Persen Siswa Menghabiskan Empat Jam Setiap Hari untuk Bermain Game Online

Komisi X DPR RI mencatat, sekitar 65 persen siswa di Indonesia menghabiskan sedikitnya empat jam setiap hari untuk bermain game daring, belum termasuk waktu berselancar di media sosial. Kebiasaan ini dinilai memberi dampak negatif bagi kesehatan fisik maupun pencapaian akademik.

“Contohnya, Komisioner KPAI menginformasikan kepada kami bahwa ada seorang siswa di Kota Semarang yang enggan bersekolah karena kecanduan bermain games di ponsel. Ini tidak boleh terjadi. Kami berharap dinas pendidikan di kabupaten/kota di Indonesia, termasuk di Nusa Tenggara Barat (NTB) ikut mengawasi secara ketat,” ujarnya.

Sebagai legislator asal Dapil NTB 2 Pulau Lombok, Lalu mendorong pemerintah untuk segera menyusun regulasi yang tidak hanya membatasi akses terhadap game daring berbahaya, tetapi juga mengatur durasi penggunaan gawai bagi pelajar.

“Di beberapa negara, pembatasan penggunaan ponsel sudah mulai diterapkan. Kita perlu belajar dari sana,” katanya.

Sementara itu, Mendikdasmen Abdul Mu’ti sebelumnya mengingatkan bahwa anak usia sekolah dasar belum memiliki kematangan intelektual untuk membedakan antara adegan nyata dan rekayasa dalam game.

 “Anak-anak sebagai peniru ulung yang dapat meniru tindakan kekerasan yang mereka lihat dalam games daring,” katanya.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*