The Path To Financial Freedom, EduFulus – Isu penggabungan antara PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan Grab Holdings Ltd telah menjadi saga korporasi yang paling menarik dan berlarut-larut dalam lanskap teknologi Asia Tenggara.
Meskipun belum ada kesepakatan final yang terwujud, wacana ini telah melalui berbagai fase, dari rivalitas sengit hingga desakan konsolidasi yang mencapai puncaknya pada tahun 2025.
Dalam periode 2018 hingga 2020, Gojek (sebelum bergabung dengan Tokopedia) dan Grab dikenal sebagai dua rival yang saling mematikan.
SIMAK JUGA: Mandiri Sekuritas Klaim Jumlah Investor Tembus 1 Juta SID Gegara Sinergi ‘Growin’ dan Livin’
Mereka bersaing sangat ketat di pasar ride-hailing dan super-app di seluruh wilayah, terutama Indonesia. Persaingan ini dicirikan oleh “perang bakar uang” melalui subsidi dan promo besar-besaran yang menguras kas perusahaan.
Pembicaraan serius mengenai merger pertama kali mencuat kuat pada tahun 2020. Dorongan utama datang dari investor bersama, terutama SoftBank Group Corp., yang mendesak adanya konsolidasi.
Tujuannya adalah untuk mengakhiri persaingan yang tidak sehat dan mempercepat jalan menuju profitabilitas. Berbagai skema dipertimbangkan, mulai dari Grab mengakuisisi Gojek hingga penggabungan penuh.
Namun, negosiasi selalu terhenti di tengah jalan karena adanya kendala signifikan terkait masalah valuasi, siapa yang akan memegang kendali entitas gabungan, dan bagaimana struktur korporasi akan disusun.
Konsolidasi Internal dan Era IPO (2021–2024)
Setelah kegagalan mencapai kesepakatan merger eksternal, kedua perusahaan memilih jalur konsolidasi internal untuk memperkuat ekosistem masing-masing. Pada tahun 2021, Gojek resmi bergabung dengan Tokopedia, membentuk raksasa digital bernama PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO). Konsolidasi ini menciptakan ekosistem digital terbesar di Indonesia.
Langkah ini diikuti dengan pencatatan saham GOTO di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada April 2022. Sementara itu, Grab telah lebih dulu melantai di bursa NASDAQ melalui mekanisme SPAC pada akhir 2021.
Isu merger sempat mereda seiring kedua perusahaan sibuk mengurus operasional publik mereka. Namun, pada awal tahun 2024, SoftBank kembali dilaporkan mendorong kesepakatan, menekankan kebutuhan untuk efisiensi biaya. Meskipun GoTo sempat membantah adanya rencana merger pada awal tahun tersebut, pembicaraan di belakang layar terus berlanjut.
Puncak Isu dan Keterlibatan Pemerintah (Tahun 2025)
Rumor merger/akuisisi kembali memanas dan menjadi sangat intensif pada tahun 2025. Laporan media asing menyebutkan bahwa Grab sedang berada dalam tahap pembicaraan serius untuk mengakuisisi GoTo. Skala kesepakatan ini diperkirakan mencapai angka miliaran dolar AS dan segera memicu lonjakan harga saham GOTO.
Intensitas isu ini segera memicu kekhawatiran besar dari berbagai pihak di Indonesia, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan para pengamat. Kekhawatiran utama adalah potensi terciptanya monopoli pasar yang akan menguasai sebagian besar pangsa pasar ride-hailing di Indonesia. Monopoli ini dikhawatirkan merugikan konsumen melalui kenaikan tarif dan mengurangi insentif bagi mitra pengemudi.
Titik balik terpenting terjadi pada November 2025, ketika Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, secara resmi mengkonfirmasi adanya rencana penggabungan atau akuisisi antara GoTo dan Grab. Mensesneg menyatakan bahwa pembahasan ini telah melibatkan pemerintah dan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Keterlibatan pemerintah bertujuan untuk menjaga kepentingan nasional, terutama nasib mitra pengemudi dan keberlanjutan ekosistem transportasi daring yang sangat vital bagi perekonomian rakyat. Meskipun rencana penggabungan telah dikonfirmasi, Mensesneg menekankan bahwa skema akhirnya—apakah akan berbentuk merger yang setara atau akuisisi oleh salah satu pihak—masih dalam tahap pengkajian untuk mendapatkan bentuk yang paling ideal.
Jika penggabungan kedua raksasa ini terwujud, ini akan menjadi salah satu konsolidasi bisnis terbesar di Asia Tenggara. Hal ini mencerminkan transisi besar dalam industri teknologi dari era fokus pada pertumbuhan tanpa batas (growth at all cost) menuju era yang menekankan profitabilitas, efisiensi operasional, dan pengelolaan biaya.
Namun, di sisi lain, hal ini akan memaksa regulator, terutama KPPU, untuk bekerja keras memastikan bahwa konsolidasi ini tidak menciptakan dominasi pasar yang merugikan kepentingan konsumen dan pelaku usaha kecil.
SIMAK JUGA: Resmi Amankan Lisensi Liquidity Provider Saham, Phintraco Sekuritas Pede Infrastruktur dan SDM Siap Gas Pol!
* Kuy cerdas investasi dan trading dengan artikel edukatif EduFulus lainnya di Google News. Dus, jika ada yang tertarik menjalin kerjasama di konten EduFulus, silakan hubungi tim di WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply