JAKARTA, KalderaNews.com – Motif pelaku peledakan di SMAN 72 Jakarta masih misteri. Polisi temukan dugaan pelaku korban bullying. Tapi sekolah malah membantah!
Saat ini, perhatian publik terpusat pada dugaan motif perundungan (bullying) yang dialami oleh terduga pelaku, seorang siswa yang berstatus Anak Berkonflik dengan Hukum (ABH).
Namun, temuan penyidik kepolisian dan keterangan dari pihak sekolah justru saling bertolak belakang.
BACA JUGA:
- Trauma Ledakan Belum Tuntas! SMAN 72 Tunda Belajar Hybrid, Kepsek: Siswa Masih Takut Kembali ke Sekolah
- Buntut Ledakan, Banyak Siswa SMAN 72 Minta Pindah Sekolah karena Trauma
- Siswa Pelaku Ledakan SMAN 72 Ditetapkan Sebagai ABH, Apa Artinya? Begini Penjelasan Hukumnya
Laporan bullying pelaku diabaikan sekolah
Mantan Kepala Densus 88 Antiteror, Komjen Marthinus Hukom mengungkapkan hasil investigasi penyidik di lapangan yang menguatkan dugaan bullying.
Menurut Marthinus, berdasarkan pemeriksaan dan keterangan dari sejumlah siswa, ABH bersama temannya pernah menyampaikan keluhan perundungan kepada pihak sekolah.
Namun sayang, laporan tersebut malah tidak ditanggapi atau diabaikan pihak sekolah.
Temuan ini diperkuat dengan catatan pribadi ABH. Dalam tulisannya, pelaku menggambarkan rasa tidak berdaya setelah laporannya tidak direspons.
“Bahkan dia sampai bilang, ‘Untuk apa percaya sama Tuhan, kita lapor ke sekolah saja juga tidak ada keadilan’,” ujar Marthinus, mengutip isi catatan tersebut.
Bantahan Kepala SMAN 72 Jakarta
Menanggapi temuan polisi, Kepala SMAN 72 Jakarta, Tetty Helena Simbolon, dengan tegas membantah.
Tetty menegaskan bahwa pihak sekolah tidak pernah menerima aduan apa pun dari pelaku terkait bullying.
Ia bahkan mengaku telah memanggil guru Bimbingan dan Konseling (BK) yang bersangkutan.
“Guru BK-nya bilang, ‘Enggak ada, Bu. Belum ada aduan anak itu ke saya’,” tegas Tetty.
Meskipun membantah adanya laporan, Tetty menyatakan komitmennya untuk tetap mendalami informasi tersebut demi memastikan kebenaran dan menghadirkan keadilan di lingkungan sekolah.
Motivasi pelaku, dendam dan kesepian
Di sisi lain, penyidik dari Polda Metro Jaya dan Densus 88 mengungkap kondisi psikologis ABH yang menjadi pemicu tindakan ekstremnya.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Iman Imanuddin menyebutkan bahwa pelaku telah lama memendam kemarahan karena merasa kesepian dan tidak memiliki tempat untuk curhat, baik di rumah maupun di sekolah.
Kasubdit Kontra Naratif Densus 88, AKBP Mayndra Eka Wardhana menambahkan bahwa perasaan kesepian inilah yang memupuk dendam pada diri pelaku.
Pelaku lantas mencari pelampiasan, termasuk menelusuri situs-situs kekerasan di internet sejak awal tahun.
Hasil analisis perangkat elektronik menunjukkan bahwa ABH bahkan tergabung dalam komunitas penggemar kekerasan internasional yang kerap mengapresiasi aksi ekstrem sebagai “sesuatu yang heroik”.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply