
BITUNG, KalderaNews.com –Sebuah insiden kekerasan baru-baru ini mencuat di media sosial dan memicu kemarahan warganet.
Dalam video yang tersebar, terlihat kegiatan orientasi anggota baru Komunitas Pecinta Alam di Kota Bitung, Sulawesi Utara, yang justru berisi tindak penganiayaan dengan dalih senioritas.
Dalam rekaman tersebut, tampak para peserta laki-laki tidak mengenakan pakaian, hanya memakai topi atau slayer biru yang diikat di leher.
BACA JUGA:
- Duh, Mahasiswa UNG Tewas, Diduga Ada Kekerasan saat Diksar Mapala
- Terbongkar, Ada Geng Basis di SMK Negeri Cikarang, Buntut Bullying Adik Kelas
- Bullying Siswa SMK Cikarang sampai Patah Rahang, 5 Orang Jadi Tersangka
Kronologi Viralnya Kasus Senioritas Pecinta Alam di Bitung
Mereka dipaksa duduk berlutut, lalu ditarik satu persatu oleh senior untuk menerima perlakuan kasar berupa tamparan berulang di wajah hingga tendangan ke bagian dada.
Akibat kejadian ini, sejumlah anggota baru mengalami luka pada wajah dan tubuh. Nurdiana, salah satu orang tua korban, tak kuasa menahan rasa sakit. Putrinya yang masih berusia 16 tahun dengan inisial AA termasuk di antara korban.
“Sebagai orang tua saya berharap kasus ini diusut tuntas dan komunitas seperti itu diberhentikan. Saya lakukan ini supaya tidak ada lagi korban,” ungkap Nurdiana, Selasa (30/9/2025).
Awalnya AA hanya meminta izin untuk ikut pendakian bersama komunitasnya. Karena adanya surat resmi, ibunya pun memberi izin dengan penuh keyakinan.
Namun, sepulang kegiatan, AA kembali dengan kondisi wajah lebam, bibir pecah, dan bengkak mencurigakan.
Saat ditanya, AA sempat mengaku digigit tawon ketika berkemah. Namun sehari kemudian, Nurdiana memergoki putrinya menonton video yang memperlihatkan kekerasan saat orientasi, sehingga terungkap bahwa ia dan rekan-rekannya menjadi korban penganiayaan senior.
Merasa tidak terima, Nurdiana melaporkan peristiwa ini kepada pihak berwajib, berharap keadilan ditegakkan dan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.
Saat ini, kasus tersebut masih dalam tahap penyelidikan polisi. Di sisi lain, desakan masyarakat Sulawesi Utara semakin kuat agar aparat menindak tegas organisasi pecinta alam yang menjadikan kekerasan sebagai tradisi orientasi.
Peristiwa ini kembali membuka mata tentang masih adanya praktik perpeloncoan di sejumlah organisasi non-formal.
Tragisnya, momen orientasi yang seharusnya menjadi ajang pembelajaran dan pengenalan justru berubah menjadi arena intimidasi serta penyiksaan fisik dan mental.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply