
YOGYAKARTA, KalderaNews.com – Menteri Pendidikan negara bagian Victoria, Australia, James Merlino, tiba-tiba duduk di antara sejumlah siswi SMPN 2 Sleman yang sedang membatik. Ia pun mulai ikut membatik di selembar kain. Ia membentuk pola-pola daun. Tapi sayang, lilin yang ada di cantingnya terlalu banyak, sehingga gambar keluar dari pola batik.
Merlino sempat bercakap dengan para siswi yang sedang membatik, meskipun dengan bahasa yang amat terbatas. Beberapa guru coba membantu para siswi berbincang dengan Merlino.
BACA JUGA:
- Cegah Pelajar Ikut-ikutan Demo Tugas Siapa?
- DKI Jakarta Jawara Pomnas 2019, Atlet UNJ Penyumbang Emas Terbanyak
- #KendariBerduka, Diduga Tewas Tertembak Saat Demo, Selamat Jalan Kak Himawan Randi!
- 8 Staf MKRI Recharging Analisis Hukum ke Belanda dengan StuNed
Merlino memang secara khusus datang ke SMPN 2 Sleman. Ini pertama kali ia menyambangi Sleman. Ia penasaran dengan SMPN 2 Sleman yang katanya memiliki sistem pembelajaran yang mirip dengan sekolah-sekolah di negeri asalnya.
“Sekolah ini menjadi contoh sekolah menyenangkan. Saya senang melihat kolaborasi sistem pembelajaran seperti ini. Siswa senang terus dan selalu siap belajar di sekolah,” tuturnya.
Merlino melihat, sistem pembelajaran di SMPN 2 Sleman memang tak jauh berbeda dengan sekolah-sekolah di Victoria, Australia. Akademik memang penting, katanya, tapi yang tak kalah penting ialah kemampuan siswa mengenali jati diri dan mengembangkan kemampuannya, serta mengekspresikan diri.

Sistem pembelajaran di SMPN 2 Sleman yang menyenangkan itu bermula dari Muhammad Nur Rizal, pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM). GSM mulai diterapkan di SMPN 2 Sleman sejak satu tahun silam.
Dalam GSM, metode pembelajaran tidak hanya mengajarkan pengetahuan, namun membuat pengetahuan bernilai tambah, sehingga berguna bagi kehidupan. GSM juga tidak mengadopsi mentah-mentah pendidikan barat. Rizal mengatakan, GSM mengambil sari sistem pendidikan global dan dikaitkan dengan konteks lokal atau keindonesiaan. “Kolaborasi dan kualitas tercermin dalam lingkungan pendidikan yang sehat, mental guru, dan pola mengajar. Mengajar juga tidak hanya isi pelajaran, tapi lebih mengedepankan minat dan bakat siswa terhadap bidang tertentu,” kata Rizal. GSM memberikan pelatihan cuma-cuma bagi para guru dan kepala sekolah yang ingin menerima perubahan sudut pandang tentang pembelajaran.
Pembelajaran di kelas tak melulu satu arah dan banyak pekerjaan rumah. Siswa justru lebih sering turun langsung ke lapangan. Misal dalam pelajaran sosiologi, siswa diajak langsung bertemu dengan perangkat desa untuk melihat cara kerja dan persoalan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, setiap pagi, para siswa diminta untuk mengekpresikan perasaannya hari tu. Melalui kegiatan ini, para siswa diajak berempati dengan rekan-rekannya.
GSM digagas Muhammad Nur Rizal bersama istrinya, Novi Poespita Candra pada September 2013. GSM telah menyebarkan ke berbagai daerah di Indonesia, seperti Yogyakarta, Semarang, Tebuireng, Tangerang, dan beberapa kota di Sumatera, Sulawesi, dan Kalimantan.
Pembelajaran yang menyenangkan. Itulah yang dilihat Merlino di SMPN 2 Sleman, yang nyaris sama dengan pembelajaran di sekolah-sekolah di Victoria. Dan sistem pembelajaran seperti ini bisa menjadi inspirasi bagi sekolah-sekolah lain. (yp)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply