
JAKARTA, KalderaNews.com – Tiga tahun berturut-turut, Amir Hamidy, Peneliti Herpetologi Pusat Riset Biologi Badan Riset dan Inovasi (BRIN) beserta tim berhasil menemukan jenis baru katak dari marga Megophrys.
Pada 2018, ditemukan Katak-tanduk lancip (Megophrys lancip) dari Sumatera. Tahun 2019, ditemukan Katak-tanduk Kalimantan (Megophrys kalimantanensis). Kini,di tahun 2021 Amir dan tim kembali berhasil mengidentifikasi dua katak jenis baru dari Sumatera yaitu Katak-tanduk sumatera-selatan (Megophrys selatanensis) dan Katak-tanduk aceh (Megophrys acehensis).
BACA JUGA:
- Peneliti Indonesia Temukan 28 Kumbang Moncong Jenis Baru di Sulawesi, Namanya Unik-unik Lho
- Kuy, Nikmati Gerhana Bulan Sebagian (GBS) pada 19 November 2021
- Air Laut Pasang dan Gerhana Bulan, Ada Hubungan Apa di Antara Keduanya
Amir dan para kolaboratornya yakni Kanto Nishikawa dari Universitas Kyoto, serta Eric N. Smith dari Universitas Texas at Arlington menjelaskan, dua jenis baru Megophrys dari Sumatera tersebut berhasil diidentifikasi berdasarkan evaluasi status taksonomi dengan menggunakan data molekuler dan morfologi.
Misbahul Munir, yang juga menjadi penulis pertama dalam penemuan ini menjelaskan bahwa Katak-tanduk yang sering dikenal dengan nama ilmiah marga Megophrys memiliki karakter unik, di mana ujung moncong dan kelopak matanya termodifikasi menjadi tonjolan lancip (menyerupai tanduk).
“Berudu dari marga Megophrys juga memiliki karakter unik, di mana mulutnya termodifikasi menjadi bentuk corong yang melebar. Saat ini, 13 spesies Megophrys diketahui terdapat di Asia Tenggara, seperti Thailand, Semenanjung Malaysia, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Filipina. Kalimantan memegang rekor tertinggi, karena enam spesies di antaranya ditemukan di pulau ini,” ungkap Misbahul.
Amir mengungkapkan, katak dari genus Megophrys memiliki keragaman morfologi yang samar.
“Saat melakukan survei herpetofauna di seluruh jajaran Pegunungan Bukit Barisan Sumatera kami menemukan populasi Megophrys Sumatera bagian selatan dengan kulit punggung halus yang secara morfologis mirip dengan M. montana dari Jawa dan populasi yang menyerupai kulit punggung M. parallela dari Sumatera bagian utara. Kami menyelidiki status taksonomi dari dua populasi baru ini dan memperkirakan hubungan filogenetiknya,” jelasnya.
Untuk etimologinya, dari nama jenis selatanensis berasal dari bahasa Indonesia, selatan, sebagai kata yang menunjukkan lokasi distribusi wilayah selatan di Sumatera dan akhiran Latin (ensis) yang berarti dari tempat itu. Sedangkan nama Indonesia yang disarankan yaitu Katak-tanduk Sumatera-Selatan.
Begitu pula asal kata acehensis, yang berarti berasal dari provinsi Aceh di Sumatera bagian utara dan akhiran Latin (ensis) yang berarti dari tempat itu dengan saran nama Indonesia yaitu Katak–tanduk Aceh.
Holotype Megophrys selatanensis diambil dari koleksi spesimen Museum Zoologicum Bogoriense yang ditemukan pada ekspedisi lapangan tahun 2013 dan Megophrys acehensispada tahun 2015.
Berdasarkan hasil penelitian ini, setiap spesies Megophrys di Sumatera kemungkinan memiliki distribusi terbatas. Dari lima jenis yang terdapat di Sumatera, empat di antaranya merupakan jenis endemik.
Selain endemik, marga Megophrys ditemukan di hutan dataran tinggi dan rendah. Perubahan habitat dari hutan menjadi lahan pertanian dan perkebunan sawit merupakan ancaman terbesar terhadap kelestarian jenis ini.
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan share pada saudara, sahabat dan teman-temanmu!
Leave a Reply