Transisi Energi Terbarukan dan Nuklir di Indonesia Masih Lamban

Energi baru terbarukan (EBT) bersumber dari panas matahari yang ditangkap oleh panel surya yang mengapung di atas permukaan air Waduk Cirata, Jawa Barat. (KalderaNews/Ist)
Energi baru terbarukan (EBT) bersumber dari panas matahari yang ditangkap oleh panel surya yang mengapung di atas permukaan air Waduk Cirata, Jawa Barat. (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Dr. Mego Pinandito menegaskan kesiapan dan pemanfaatan potensi energi terbarukan dan nuklir dalam mendukung pembangunan dan memajukan bangsa.

Hal ini ditegaskannya dalam diskusi bertema “Kesiapan Energi Terbarukan dan Nuklir dalam Mendukung Pencapaian Net-Zero Emission” di Auditorium BRIN Gatot Subroto, Senin, 24 Oktober 2022.

Tema yang diangkat kali ini didasarkan pada upaya atau komitmen Indonesia untuk menangani isu perubahan iklim. Indonesia telah meratifikasi Paris Agreement melalui UU No. 16 Tahun 2016, yang artinya Indonesia ikut serta untuk menahan kenaikan suhu global sebesar 2oC dan berupaya lebih jauh untuk membatasinya hingga 1,5oC di atas era pra-industri.

BACA JUGA:

Dalam dokumen Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC), Indonesia menargetkan penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebesar 31,89%, dengan upaya sendiri hingga 43,20% dengan bantuan internasional pada tahun 2030.

Selain itu, pada Conference of the Parties ke-26 (COP-26), Indonesia menargetkan pencapaian Net-Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

“Diskusi ini juga mencari langkah dan strategi yang tepat dalam memanfaatkan energi terbarukan dan nuklir untuk mendukung pencapaian net-zero emission yang dapat menunjang dan berperan dalam pembangunan nasional,” tegasnya.

Ditegaskannya, sektor energi merupakan salah satu sektor penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia. Kontribusi tersebut disebabkan oleh tingginya penggunaan energi fosil terutama pada aktivitas produksi listrik dan panas, transportasi, serta industri manufaktur dan kegiatan konstruksi.

Transisi energi dengan beralih dari penggunaan energi fosil menuju energi baru terbarukan dapat menjadi solusi untuk mengurangi tingkat emisi tersebut.

Indonesia memiliki potensi energi baru terbarukan berupa panas bumi, surya, angin, air, bioenergi, arus laut, dan nuklir yang pada tahun 2021 hanya berkontribusi pada 12,16% bauran energi nasional. Untuk mencapai target-target iklim di atas, maka perlu upaya percepatan transisi energi. Saat ini transisi masih lamban.

Mego juga menyampaikan faktor penentu keberhasilan transisi energi untuk mendukung pencapaian NZE, diantaranya: Kebijakan dan Regulasi, Teknologi, Investasi dan Insentif, serta Kolaborasi.

* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*