Data UNICEF: Setelah Pandemi Covid-19, Siswa Tak Ingin Kembali ke Sekolah, Ini Alasannya

Siswa sedang hormat bendera merah putih. (Ist.)
Siswa sedang hormat bendera merah putih. (Ist.)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Data UNICEF menyebutkan bahwa setelah pandemi Covid-19 berakhir, justru para siswa tak ingin kembali ke sekolah. Ini alasannya!

World Health Organization (WHO) juga telah menyatakan, pandemi global Covid-19 resmi berakhir pada Mei 2023.

Berlangsung selama hampir tiga tahun, pandemi Covid-19 tentu membawa dampak besar pada berbagai aspek kehidupan, salah satunya pendidikan.

BACA JUGA:

Pada 2021, sebanyak 530 ribu sekolah di Indonesia tutup sejak Maret 2020 selama 20 bulan. Di periode itu, sudah bisa dipastikan pembelajaran tatap muka di sekolah terhambat.

Pembelajaran yang awalnya berlangsung tatap muka beralih ke daring atau online.

Hal ini mengakibatkan adanya learning loss yakni kehilangan kemampuan belajar atau hasil belajar yang menurun.

Selama pandemi, pemerintah Indonesia mulai menerapkan pembelajaran tatap muka secara sebagian atau hybrid.

Kebijakan itu berangsur menjadi pembelajaran tatap muka secara penuh mengikuti penurunan tren kasus Covid-19.

Pria Santri Beringin, Spesialis Pendidikan UNICEF mengatakan, setelah masa pandemi, justru banyak siswa yang tidak ingin kembali ke sekolah.

Alasan siswa tak ingin kembali sekolah

Nah, Pria menjelaskan, selama masa pandemi terdapat kesenjangan yang nyata antara siswa dengan kemampuan ekonomi tinggi dan rendah.

Siswa dengan akses internet yang baik dan orangtua berpendidikan dapat dengan mudah mengikuti pembelajaran daring layaknya tatap muka.

“Namun, siswa yang tak punya laptop, HP-nya berbagi satu keluarga ada 7 anak, itu menjadi alasan mereka khawatir untuk kembali ke sekolah, karena tidak mampu menyaingi teman-temannya,” papar Pria Santri.

UNICEF pun melakukan studi kualitatif dengan para siswa.

Saat ditanya mengenai alasan siswa tak ingin kembali ke sekolah, mereka menjawab merasa bosan, sedih, malu, merasa tertinggal, dan marah karena keadaan.

Selain itu, terdapat juga anggapan bahwa siswa lebih baik langsung mencari kerja daripada kembali ke sekolah.

Siswa merasa dia bertanggung jawab untuk membiayai ekonomi keluarganya.

“Banyak pula bapak ibunya meninggal karena Covid-19 atau terpisah. Kita melihat kasus-kasus perkawinan anak, itu dia merasa bertanggung jawab membiayai ekonomi keluarganya,” jelas Pria Santri.

Lantas, orang tua dengan anak penyandang disabilitas juga khawatir akan keselamatan anak.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*