Profil 6 Tokoh yang Baru Diberi Gelar Pahlawan Nasional

Pahlawan Nasional. (kalderanews.com)
Pahlawan Nasional. (kalderanews.com)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Pemerintah memberikan gelar Pahlawan Nasional ke-6 tokoh. Inilah profil 6 tokoh yang diberi gelar Pahlawan Nasional terbaru.

Presiden Joko Widodo memberikan langsung gelar tersebut kepada perwakilan keluarga di Istana Negara, Jakarta, Jumat, 10 November 2023.

Penganugerahan itu diterima oleh perwakilan dari masing-masing keluarga keenam tokoh yang hadir di Istana Negara.

BACA JUGA:

Nah, berikut ini profil 6 Pahlawan Nasional terbaru:

Ida Dewa Agung Jambe

Ida Dewa Agung Jamben adalah raja dari Kerajaan Klungkung pada tahun 1686. Ia merupakan penerus Dinasti Gelgel.

Ida Dewa Agung Jambe gugur saat Perang Puputan melawan Belanda pada 28 April 1908.

Puputan merupakan perang habis-habisan, tetapi bukan bertujuan untuk menang, melainkan untuk menyambut kematian di hadapan musuh sampai habis tak bersisa.

Perang ini biasanya diikuti oleh semua rakyat kerajaan tanpa terkecuali.

Bataha Santiago

Bataha Santiago adalah Raja Manganitu yang memerintah pada 1670 – 1675.

Ia adalah raja ketiga Manganitu yang wilayahnya kini berada di Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara.

Dia menolak bekerja sama dengan VOC. Beberapa kali Santiago dibujuk untuk menandatangani Lange Contract (Pelakat Panjang), tapi karena kecintaan terhadap Tanah Air, Santiago menolak.

Ia pun terlibat dalam peperangan yang berlangsung selama empat bulan melawan VOC.

Tetapi, kekuatan persenjataan yang tidak seimbang serta siasat licik Belanda membuat Santiago ditangkap dan dihukum mati pada 1675 di Tanjung Tahuna.

Mohammad Tabrani

Mohammad Tabrani Soerjowitjitro lahir di Pamekasan, Madura pada 10 Oktober 1904. Ia menamatkan pendidikan di MULO dan OSVIA.

Tabrani dikenal sebagai seorang wartawan Hindia Baroe, Pemandangan, Suluh Indonesia, Koran Tjahaya, dan Indonesia Merdeka adalah sederet nama media massa yang pernah beliau naungi.

M.Tabrani memperjuangkan penggunaan bahasa Indonesia dimulai dari Volksraad: Dewan Rakyat, yang turut mendukung Kongres Bahasa Indonesia (KBI) Pertama di Solo pada 1938.

Penggagas bahasa persatuan Indonesia di Kongres Pemuda Pertama ini wafat pada 12 Januari 1984, dan dimakamkan di TPU Tanah Kusir.

Ratu Kalinyamat

Ratu Kalinyamat adalah Ratu Jepara pada 1549-1579. Ia membuat Jepara berada di puncak kejayaan selama 30 tahun berkuasa.

Dia pernah dua hingga tiga kali menyerang Portugis di Malaka.

Salah satu bukti tersohornya Ratu Kalinyamat adalah dari permintaan Raja Johor untuk ikut berperang mengusir Portugis dari Malaka.

Pada 1551, Ratu Kalinyamat mengirimkan ekspedisi ke Malaka. Ada 200 kapal armada persekutuan Muslim, yang mana 40 di antaranya adalah dari Jepara.

Para prajurit dari Jawa itu menyerang dari arah utara. Sayangnya, karena serangan Portugis sangatlah hebat, pasukan Melayu terpaksa mundur.

Namun, pasukan Jawa tetap bertahan. Mereka baru mundur ketika seorang panglimanya gugur.

Meski pernah gagal, Ratu Kalinyamat tidak patah semangat. Dia kembali memperoleh ajakan, selanjutnya dari Sultan Aceh Ali Riayat Syah pada 1573.

Penulis Portugis, Diego de Couto menyebut Ratu Kalinyamat sebagai Rainha da Japara, senhora poderosa e rica, artinya Ratu Jepara, seorang wanita yang kaya dan berkuasa.

KH Abdul Chalim

KH. Abdul Chalim merupakan putra dari seorang Kuwu atau Kepala Desa bernama Kedung Wangsagama dan ibunya bernama Satimah.

Kakeknya juga seorang Kepala Desa Kertagama, putra dari Buyut Liuh yang merupakan putra seorang Pangeran Cirebon.

Jika ditelusuri, KH. Abdul Chalim masih memiliki ikatan darah dengan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati.

Setelah menyelesaikan pendidikannya di Sekolah HIS (Hollandsch Inlandsche School), dia belajar di beberapa pesantren di wilayah Leuwimunding dan Rajagaluh, di antaranya Pondok Pesantren Banada, Pondok Pesantren al-Fattah Trajaya, dan Pondok Pesantren Nurul Huda al Ma’arif Pajajar.

Setelah itu, ia melanjutkan pendidikannya ke Makkah pada 1913, menimba ilmu agama.

Sepulangnya dari Makkah, ia bergabung dengan KH. Abdul Wahab Hasbullah yang memiliki komitmen untuk memerdekakan Indonesia.

Ia membantu menangani dan mengelola organisasi-organisasi yang telah dirintis oleh KH. Abdul Wahab Hasbullah, yaitu Nahdlatul Wathan yang lalu menjadi Syubbanul Wathon.

Dia wafat di Leuwimunding pada 12 Juni 1972 di Leuwimunding.

Kini, namanya diabadikan menjadi nama perguruan tinggi di Mojokerto, yaitu “Institut Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto” yang kini berproses jadi Universitas Pesantren KH. Abdul Chalim Mojokerto.

KH Ahmad Hanafiah

Ahmad Hanafiah, seorang pejuang kemerdekaan sekaligus ulama berpengaruh dari Kota Sukadana, Kabupaten Lampung Timur.

Ahmad Hanafiah lahir di Sukadana pada 1905. KH Ahmad Hanafiah adalah putra sulung KH Muhammad Nur, pimpinan Pondok Pesantren Istishodiyah di Sukadana yang menjadi pondok pesantren pertama di Provinsi Lampung.

KH. Ahmad Hanafiah gugur di medan perang dalam upaya mempertahankan kemerdekaan RI dari agresi militer Belanda menjelang malam 17 Agustus 1947 di Front Kamerung, Baturaja, Sumatera Selatan. Sampai saat ini, jasad dan makamnya tidak diketahui.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*