PADANG, KalderaNews.com – Aliansi Sivitas Akademika Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatera Barat keluarkan manifesto jelang Pemilu 2024, tolak politik dinasti dan pelemahan demokrasi.
Sekira 100 orang gabungan dosen dan mahasiswa Unand menyerukan lima pernyataan terbuka terkait kondisi bangsa jelang Pemilu 2024.
“Kami menolak segala bentuk praktik politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi,” ujar penggagas aliansi civitas akademika Unand, Hary Effendi Iskandar.
Dosen Fakultas Ilmu Budaya Unand itu mengatakan, mendesak Presiden Joko Widodo tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi kecurangan dalam Pemilu.
BACA JUGA:
- 4 Seruan Guru Besar dan Alumni UI, Kawal Pemilu 2024
- Akademisi UII Layangkan Kritik Kenegarawan Jokowi, Rektor Desak 6 Poin Ini
- Inilah Isi Lengkap Petisi UGM dan Desakan UII untuk Jokowi yang Menyimpang dari Moral Demokrasi
Manifesto Sivitas Akademika Unand
Berikut ini manifesto Aliansi Sivitas Akademika Universitas Andalas (Unand):
- Pertama, menolak segala bentuk praktek politik dinasti dan pelemahan institusi demokrasi.
- Kedua, mendesak Presiden Joko Widodo untuk tidak menggunakan kekuasaan yang berpotensi terjadinya segala bentuk praktik kecurangan Pemilu.
- Ketiga, menuntut KPU dan Bawaslu menegakkan aturan netralitas dalam Pemilu serta menjalankan tugas sesuai amanah reformasi konstitusi.
- Keempat, mendesak pemerintah mengembalikan marwah perguruan tinggi sebagai institusi penjaga nilai dan moral yang independen tanpa intervensi dan politisasi elit.
- Kelima, mengajak masyarakat bersikap kritis dan menolak politisasi bantuan sosial untuk kepentingan politik status quo/kelompok tertentu dalam politik elektoral, kekerasan budaya, pengekangan kebebasan berekspresi, berkumpul, dan berpendapat serta penyusutan ruang sipil.
Menurut Hary, manifesto ini lahir sebagai bentuk persatuan civitas akademika untuk mengembalikan peran perguruan tinggi sebagai penjaga nilai dan moral negeri ini.
“Kami menyaksikan dengan keprihatinan bagaimana peran perguruan tinggi sebagai pilar utama pembangunan intelektual dan moral, perlahan menyusut bahkan hampir menghilang selama satu dekade terakhir,” ujar Hary.
Penyimpangan kekuasaan, imbuh Hary, terus merajalela di seluruh lini kehidupan masyarakat, termasuk di perguruan tinggi.
Hary mencontohkan, intervensi penguasa terhadap Mahkamah Konstitusi (MK), ketidaknetralan penyelenggara Pemilu, serta tidak independennya pejabat publik dari tingkat kementerian hingga kepala desa.
“Ini menjadi pemandangan ironis dalam tatanan demokrasi,” ujar Hary.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com
Leave a Reply