
JAKARTA, KalderaNews.com – Kampanye “sekolah bebas biaya bagi semua” diserukan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pendidikan Jakarta dan Indonesia yang Berkeadilan (Kopaja).
Mereka berkampanye dengan aksi jalan santai saat Car Free Day di Thamrin, Jakarta, Minggu, 7 Juli 2024.
Juru bicara Kopaja, Ubaid Matraji mengatakan, kegiatan ini untuk meningkatkan kesadaran dan mengajak partisipasi masyarakat dalam advokasi pendidikan yang berkeadilan.
BACA JUGA:
- Dear Orangtua, Cek Di Sini! 7 Trik Persiapkan Anak Masuk Sekolah
- Hanya untuk Kamu! Inilah Kumpulan Twibbon Selamat Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1446 H
- Yuk Cek Di Sini! Kumpulan Ucapan Tahun Baru Islam 1 Muharram 1446 H yang Penuh Doa dan Harapan
Amanah konstitusi
Pun aksi ini mendorong pemerintah agar memenuhi amanah konstitusi untuk mewujudkan akses sekolah bebas biaya bagi semua.
Sekolah bebas biaya merupakan mandat dari Pasal 31 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan dan pemerintah wajib membiayainya.
“Amanah konstitusi ini, dipertegas lagi dalam Pasal 34 UU Sisdiknas, bahwa pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya pendidikan tanpa memungut biaya,” kata Ubaid.
Pendidikan, beban ekonomi rakyat
Namun saat ini, ujar Ubaid, biaya sekolah di Indonesia masih sangat membebani ekonomi masyarakat. Penyebab utama siswa putus sekolah didominasi alasan ekonomi.
BPS pun menunjukkan menunjukkan, ada 76 persen keluarga mengakui anaknya putus sekolah karena alasan ekonomi.
Dari angka itu, sebagian besar (67 persen) di antaranya tidak mampu membayar biaya sekolah, dan sisanya (8,7 persen) harus mencari nafkah.
Melihat angka itu saja tampak jelas bahwa persoalan ekonomi masih membelit sebagian besar masyarakat Indonesia.
Data ini makin dipertebal dengan penelitian Arus Survey Indonsia (ASI, 2023).
Survey terebut menampilkan bahwa tiga persoalan paling pokok yang dihadapi warga Indonesia saat ini adalah harga kebutuhan pokok mahal (23,4 persen), biaya pendidikan mahal (20,1 persen), dan susah mencari lapangan kerja (18,6 persen).
Pungutan liar dan teror uang bulanan
Kata Ubaid, data senada ditampilkan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI).
Berlandas pantauan dan pengaduan masyarakat, dari medio Januari 2022-Juni 2024, terkumpul 1479 kasus pendidikan yang terkiat dengan beban biaya ekonomi keluarga.
Kasus tertinggi adalah ijazah ditahan sekolah sebab belum melunasi tunggakan (41 persen). Penahanan ijazah ini tak hanya di sekolah swasta, tapi juga ditemukan di sekolah negeri.
Lalu, kasus putus sekolah karena tak punya biaya (27 persen), orangtua siswa terjerat pinjol untuk tutupi biaya sekolah (18 persen), tak boleh ikut ujian karena belum bayar tagihan sekolah (9 persen), dan siswa jadi korban perundungan dan intimidasi di sekolah karena tak bayar pungutan (5 persen).
“Di sekolah negeri masih ada pungutan liar. Di sekolah swasta, tagihan bulanan terus meneror orangtua murid,” ujar Ubaid.
Maka, Kopaja menuntut penuntasan Wajib Belajar 12 Tahun dengan tanpa memungut biaya di sekolah negeri dan swasta.
Tapi hingga kini, belum ada pemerintah daerah yang menerapkan pendidikan bebas biaya di negeri dan swasta.
Jakarta dengan jumlah APBD terbesar di Indonesia, seharusnya bisa merintis sekolah bebas biaya untuk semua.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply