JAKARTA, KalderaNews.com – Terbaru, hasil riset University of Reading, Inggris menyatakan bahwa penguji tak bisa mendeteksi tugas ujian yang dibuat menggunakan ChatGPT.
Bahkan, 94 persen dari tugas ujian universitas yang dibuat menggunakan ChatGPT tidka bisa dideteksi para penguji.
“Rata-rata, respons AI memperoleh nilai lebih tinggi dibandingkan respons siswa kami yang sebenarnya.”
Demikian dikatakan Peter Scarfe, Associate Professor di School of Psychology and Clinical Language Sciences, University of Reading, Inggris.
BACA JUGA:
- Disebut Lebih Canggih Dari ChatGPT, Ini Dia 10 Fitur Unggulan Gemini AI, Kecerdasan Buatan Milik Google
- Apakah ChatGPT Bisa Dipakai untuk Penelitian Akademik? Masih Ada Pro dan Kontra
- Simak, 7 Cara Menggunakan Chat GPT untuk Mengerjakan Skripsi!
Hasil studinya mencengangkan
Peter Scarfe dan timnya menggunakan ChatGPT untuk menjawab 63 pertanyaan ujian pada lima modul di program studi sarjana psikologi University of Reading.
Ujian ini mencakup soal dengan jawaban singkat dan esai panjang.
Para mahasiswa pun mengerjakan ujian ini di rumah. Mereka diperbolehkan melihat catatan dan referensi, bahkan bisa menggunakan AI, walaupun hal ini tidak diizinkan.
Naskah yang dikerjakan menggunakan AI itu lantas disisipkan bersama tugas yang dikirimkan mahasiswa.
Sementara, para penguji tidak diberi informasi bahwa mereka sedang memeriksa tugas dari 33 “mahasiswa palsu” yang namanya bahkan juga dihasilkan ChatGPT.
Hasilnya mencengangkan. Di semua modul, hanya 6 persen pekerjaan AI yang ditandai para penguji sebagai kemungkinan bukan karya asli mahasiswa.
Beberapa modul, bahkan sama sekali tidak ada karya yang ditandai sebagai naskah mencurigakan.
Peter Scarfe mengatakan, teknologi AI saat ini cenderung kesulitan pada aspek penalaran yang lebih abstrak dan terintegrasi ke dalam informasi.
Tapi, di antara 63 jawaban AI, ada peluang 83,4 persen bahwa karya kecerdasan buatan tersebut mengungguli karya mahasiswa.
Meski hanya memeriksa karya pada program studi psikologi di University of Reading, Peter Scarfe yakin, hasil riset ini bisa menjadi perhatian seluruh sektor akademis.
“Saya tidak punya alasan untuk berpikir bahwa bidang studi lain tidak akan menghadapi masalah yang sama,” katanya.
Pendidikan harus merespons penggunaan AI
Menurut Scarfe, menangani permasalahan ini pada sumbernya hampir mustahil dilakukan.
Artinya, dunia pendidikan harus mempertimbangkan kembali bagaimana cara mereka melakukan penilaian.
“Saya pikir sektor tersebut secara keseluruhan harus mengakui fakta bahwa kita harus membangun AI ke dalam penilaian yang kita berikan kepada siswa kita,” ujarnya.
Sementara, Thomas Lancaster, peneliti komputasi pada Imperial College London, Inggris, sudah bisa menebak hasil akhir riset ini.
AI, katanya, bisa menghasilkan respons yang terdengar masuk akal untuk pertanyaan tekstual yang sederhana dan terbatas.
“Hal ini menunjukkan bahwa penilaian tanpa pengawasan termasuk jawaban singkat selalu rentan terhadap kecurangan,” katanya.
Menurut Lancaster, beban kerja akademisi yang diharapkan untuk menilai pekerjaan para mahasiswa juga tidak membantu kemampuan mereka untuk mendeteksi kecurangan AI.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply