Mahkamah Konstitusi: Guru Honorer Seharusnya Diprioritaskan Jadi PPPK, Tapi …

Peserta Didik di SD Bruder di Singkawang, Kalimantan Barat
Kegiatan Belajar Mengajar di SD Bruder Singkawang, Kalimantan Barat (KalderaNews/JS de Britto)
Sharing for Empowerment

JAKARTA,KalderaNews.com – Mahkamah Konstitusi (MK) menilai, guru honorer seharusnya diprioritaskan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).

“Mahkamah menilai, perspektif yang harus dibangun ialah memprioritaskan guru honorer untuk menjadi PPPK.”

Demikian dikatakan Hakim Konstitusi, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh saat membaca pertimbangan Putusan MK Nomor 119/PUU-XXII/2024 di Jakarta.

BACA JUGA:

Tetapi, katanya, untuk menjadi PPPK, guru wajib memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Nasib guru honorer

Gugatan itu diajukan guru honorer di sebuah sekolah swasta di Jakarta terkait Pasal 66 UU No.20/ 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN).

Guru tersebut meminta agar norma yang pada intinya meniadakan tenaga kerja honorer per Januari 2025 melalui penataan ulang tenaga non-ASN itu ditunda keberlakuannya, hingga seluruh tenaga kerja honorer yang sudah bekerja sebelum UU itu diundangkan diangkat menjadi ASN, baik itu PPPK maupun PNS.

Hakim MK mengaku bisa memahami dampak Pasal 66 UU ASN itu, seperti guru honorer yang kehilangan pekerjaan serta kesempatan mengembangkan karier gurunya.

Maka, MK berharap, penataan guru honorer menerapkan prinsip keterbukaan sehingga proses rekrutmen berjalan secara adil, transparan, partisipatif, dan akuntabel.

“Bilai dikaitkan dengan kasus konkret yang dialami Pemohon, kebijakan cleansing guru honorer, tentu akan menyebabkan kekurangan guru di satuan sekolah sehingga mengganggu proses belajar mengajar yang pada akhirnya murid di sekolah menjadi korban dari kebijakan tersebut,” kata Daniel Yusmic.

MK menegaskan, lembaga/unit kerja tempat guru honorer berkarya harus proaktif, agar ia terdaftar dalam database, serta harus mengusulkan kebutuhan, formasi, dan kualifikasi.

“Sehingga, terbuka kesempatan bagi guru honorer tersebut untuk meningkatkan statusnya menjadi ASN atau PPPK,” papar Daniel Yusmic.

MK menolak gugatan

Meski demikian, MK menolak petitum gugatan yang dilayangkan pemohon. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” tegas Ketua MK, Hakim Suhartoyo.

Dalam pertimbangan putusannya, majelis hakim konstitusi menegaskan bahwa MK berpegang pada dua putusan sebelumnya.

Putusan MK Nomor 9/PUU-XIII/2015 pada 2016, MK menyatakan bahwa rekrutmen ASN didasarkan pada profesionalisme.

Rekrutmen ASN juga ditujukan untuk pelamar secara umum dan bukan hanya tenaga kerja honorer.

Tenaga kerja honorer pun tetap berkesempatan ikut rekrutmen ASN selama memenuhi kualifikasi dan asas profesionalitas.

Lantas, pertimbangan putusan MK Nomor 9/PUU-XVIII/2020, MK juga menyarankan pemerintah mempertimbangkan setiap kebijakan yang diambil untuk melindungi hak-hak tenaga kerja honorer.

“Pemohon tidak perlu khawatir bahwa hak konstitusionalnya akan terlanggar dengan diberlakukannya UU 20/2023,” ujar hakim konstitusi, Guntur Hamzah.

Lantaran, dalam UU 20/2023 yang terkait dengan hak pegawai honorer tetap ada dan tetap mengakomodir hak para tenaga honorer.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*