Seminggu Berkemah di Balairung, Rektor UGM Akhirnya Temui Aliansi Mahasiswa, Ada 9 Tuntutan yang Digaungkan

aliansi mahasiswa UGM mendirikan tenda di depan gedung rektorat
aliansi mahasiswa UGM mendirikan tenda di depan gedung rektorat
Sharing for Empowerment

YOGYAKARTA, KalderaNews.com –   Setelah tujuh hari melakukan aksi berkemah di depan Balairung atau gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, akhirnya Aliansi Mahasiswa mendapat kesempatan bertemu langsung dengan Rektor UGM, Ova Emilia.

Namun, ketegangan muncul pascapertemuan karena mahasiswa merasa tidak puas dengan hasil diskusi. Pada Selasa, (22/02/2025) sekitar pukul 16.00 WIB, Ova bersama para pimpinan rektorat hadir menemui massa mahasiswa.

Diskusi terbuka pun berlangsung di pelataran Balairung, di mana mahasiswa dan perwakilan kampus duduk bersama secara lesehan menggunakan tikar sebagai alas.

BACA JUGA:

Diskusi berakhir ricuh

Diskusi dimulai dengan penyampaian sembilan tuntutan oleh salah satu mahasiswa. Beberapa poin utama yang disuarakan adalah permintaan agar rektorat menyatakan mosi tidak percaya terhadap lembaga negara, serta desakan untuk menolak segala bentuk militerisme dalam ruang-ruang sipil.

Selain itu, mahasiswa juga menuntut realokasi anggaran pendidikan, penciptaan ruang publik yang inklusif, hingga peninjauan ulang terhadap seluruh mekanisme penanganan dan pelaporan kekerasan seksual di lingkungan kampus UGM.

Rektor Ova pun merespons setiap poin secara bergantian. Menanggapi tuntutan soal mosi tidak percaya terhadap lembaga negara, Ova menjelaskan bahwa posisi lembaga pendidikan bukanlah pihak yang bisa menyatakan sikap semacam itu.

“Jadi langkah itu (menyatakan mosi tidak percaya) belum sepenuhnya tepat, namun UGM tetap mendorong pemerintah untuk menjalankan pemerintahan yang jujur, bersih, dan berpihak pada kesejahteraan masyarakat,” kata Ova.

Terkait penolakan terhadap militerisme di ruang sipil, Ova menegaskan bahwa UGM melihat isu tersebut dari sudut pandang kebebasan akademik.

“Di mana saat ini UGM juga menyusun naskah akademik yang merangkum poin-poin tersebut,” terangnya.

Dalam merespons permintaan mengenai realokasi anggaran pendidikan nasional, Ova menyatakan bahwa hal itu merupakan kebijakan di tingkat pusat yang mungkin menuai kritik. Namun, ia meyakinkan bahwa efisiensi anggaran tidak mempengaruhi kualitas pendidikan.

“Kami dalam pertemuan-pertemuan resmi juga menyatakan bahwa pemerintah wajib mengalokasikan minimal 20 persen anggaran untuk pendidikan, pengembangan SDM,” ungkapnya.

Untuk poin mengenai ruang yang inklusif dan upaya pencegahan kekerasan seksual, Ova mengatakan bahwa kampus telah menyediakan ruang aman bagi mahasiswa. Ia juga menyinggung adanya Satgas Anti Kekerasan Seksual sebagai upaya nyata dari pihak kampus.

“Sejak 2022 ada satgas pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, dapat saya katakan mungkin di antara kampus di Indonesia UGM one step ahead,” jelas Ova.

Diskusi terus berlangsung dengan adanya respons dari kedua pihak. Di beberapa kesempatan, tensi memanas karena mahasiswa tidak sepakat dengan penjelasan dari pihak rektorat. Namun secara umum suasana tetap terkendali.

Usai lebih dari dua jam berdiskusi intens, pihak rektorat akhirnya meninggalkan lokasi. Ketidakpuasan membuat mahasiswa mendesak agar dialog dilanjutkan.

Situasi pun sempat memanas. Terjadi dorong-dorongan antara mahasiswa dan petugas keamanan kampus. Beberapa mahasiswa bahkan berupaya menghadang kendaraan dan melarang kendaraan kampus meninggalkan area rektorat.

Ketegangan perlahan mereda, namun hingga saat ini pihak kampus belum memberikan pernyataan resmi terkait insiden tersebut.

Isi tuntutan mahasiswa UGM

Ada 9 tuntutan mahasiswa yang disampaikan langsung kepada rektorat UGM, yakni:

  1. Menuntut rektorat untuk menyatakan mosi tidak percaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara negara.
  2. Menuntut rektorat untuk menolak seluruh bentuk militerisme di kampus.
  3. Menuntut rektorat untuk mencabut seluruh kebijakan pada bidang akademik dan non-akademik yang berakar pada realokasi anggaran pendidikan oleh pemerintah pusat, khususnya yang merugikan bagi mahasiswa dan pekerja kampus.
  4. Menuntut rektorat untuk memastikan bahwa nilai pungutan biaya pendidikan di UGM tidak terpengaruh oleh realokasi anggaran pendidikan oleh pemerintah pusat.
  5. Menuntut rektorat untuk melakukan optimalisasi anggaran untuk menunjang operasional UGM di tengah realokasi anggaran pendidikan oleh pemerintah pusat.
  6. Menuntut rektorat untuk memberikan transparansi mengenai penetapan, penyerapan, dan penggunaan pungutan biaya pendidikan di UGM.
  7. Menuntut rektorat untuk mewujudkan ruang publik yang inklusif (untuk seluruh mahasiswa dari berbagai latar belakang), aman, bebas diakses, dan ramah kawan disabilitas.
  8. Menuntut rektorat untuk menyediakan ruang kegiatan yang layak bagi mahasiswa juga seluruh civitas akademika UGM.
  9. Menuntut rektorat untuk melakukan pembacaan ulang terhadap seluruh perangkat penanganan, pencegahan, dan pelaporan kekerasan seksual di UGM.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com




Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*