Heboh 13 Santri Ponpes Ora Aji Asuhan Gus Miftah Jadi Tersangka Penganiayaan, Begini Kronologi Versi Ponpes Vs Pihak Korban

Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji asuhan Gus Miftah di Sleman.
Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji asuhan Gus Miftah di Sleman (KalderaNews/Ist)
Sharing for Empowerment

SLEMAN, KalderaNews.com – Sebuah insiden mengejutkan mengguncang Pondok Pesantren (Ponpes) Ora Aji asuhan Gus Miftah di Sleman.

Sebanyak 13 santri ditetapkan sebagai tersangka penganiayaan pada Jumat (30/5/2025). Namun, drama tak berhenti di situ. Kuasa hukum pondok mengungkapkan bahwa korban penganiayaan justru dilaporkan balik atas tuduhan pencurian.

Dalam konferensi pers pada Sabtu (31/5/2025), Kuasa Hukum Yayasan Pondok Pesantren Ora Aji, Adi Susanto, menjelaskan kronologinya.

BACA JUGA:

Peristiwa bermula dari aksi vandalisme dan serangkaian pencurian di kamar-kamar santri yang tidak diketahui pelakunya.

Titik terang muncul pada 15 Februari 2025, ketika seorang santri berinisial KDR ketahuan menjual air galon milik pondok. Saat ditanya alasannya, KDR mengakui telah menjual galon selama hampir seminggu tanpa sepengetahuan pengurus. Informasi ini sontak menyebar di kalangan santri.

Setelah pengakuan KDR soal penjualan galon, pertanyaan beralih pada serangkaian pencurian yang selama ini terjadi di kamar santri.

Menurut Adi Susanto, KDR kemudian mengakui bahwa dialah pelaku pencurian tersebut, bahkan merinci kerugian yang dialami santri lain.

Mendengar pengakuan ini, reaksi spontanitas muncul dari sejumlah santri.

Adi Susanto menegaskan bahwa aksi tersebut bukan penganiayaan, melainkan aksi spontanitas tanpa koordinasi yang didorong oleh rasa sayang dan keinginan menunjukkan efek jera.

“Aksi spontanitas itu muncul dalam rangka untuk menunjukkan satu effort. Sebenarnya lebih kepada rasa sayang saja. Ini santri kok nyolong (kok mencuri) toh, kira-kira begitu,” ungkapnya.

Adi Susanto juga menepis keras adanya penyiksaan dalam insiden tersebut. “Framing yang terjadi selama ini di luar kan seolah-olah memang dilakukan penyiksaan yang luar biasa. Itu tidak pernah terjadi,” tegasnya.

Usai kejadian, KDR dijemput kakaknya dan meninggalkan pondok tanpa pamit, lalu tiba-tiba muncul laporan polisi di Polsek Kalasan atas dugaan penganiayaan.

Pihak yayasan, menurut Adi, sudah berupaya menjadi mediator untuk mencari perdamaian. Namun, mediasi gagal karena permintaan kompensasi dari keluarga KDR yang tidak mungkin dipenuhi santri yang sebagian besar berasal dari keluarga kurang mampu dan belajar gratis.

Yayasan sempat menawarkan bantuan biaya pengobatan sebesar Rp20 juta, namun tawaran tersebut ditolak.

Kini, Adi Susanto tidak hanya menjadi kuasa hukum yayasan, tetapi juga 13 santri yang dilaporkan atas dugaan penganiayaan tersebut. Ia menegaskan bahwa ke-13 santri ini adalah korban pencurian dari KDR.

Miftah Maulana Habiburrahman sendiri, melalui kuasa hukumnya, telah menyampaikan permintaan maaf atas insiden yang dianggap sebagai pukulan bagi ponpes.

Adi Susanto menekankan bahwa insiden ini murni persoalan antarsantri, tanpa melibatkan pengurus ponpes. Gus Miftah sendiri saat kejadian sedang melaksanakan ibadah umrah.

“Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus. Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini pure, murni antara santri dan santri,” pungkas Adi.

Kronologi Versi Kuasa Hukum Korban

Terpisah, kuasa hukum korban, Heru Lestarianto menyampaikan kondisi KDR (23 tahun), santri korban penganiayaan, dilaporkan terus memburuk. Bahkan, orang tuanya menyebut KDR mengalami gejala menyerupai stroke dan gangguan psikologis serius, seperti mengigau dan mengamuk pada malam hari.

“Langsung dibawa pulang untuk perawatan lebih lanjut karena kondisinya kaya orang linglung, makanya sekarang lanjut ke psikiater,” ungkap kuasa hukum korban, Heru Lestarianto pada Sabtu (31/5/2025).

Penganiayaan yang dialami KDR disebut-sebut tak sekadar pemukulan biasa. Heru Lestarianto membeberkan adanya kekerasan ekstrem yang melibatkan penyetruman dan pemukulan menggunakan selang, baik secara bergiliran maupun bersamaan oleh 13 pengurus dan santri pondok.

Peristiwa mengerikan ini diduga terjadi pada 15 Februari 2025. Menurut Heru, dugaan penganiayaan bermula dari tuduhan pencurian uang hasil penjualan air galon sebesar Rp 700 ribu yang dialamatkan kepada KDR. Orang tua korban bahkan dikabarkan telah datang ke ponpes dan mengganti kerugian senilai Rp 700 ribu tersebut setelah kejadian.

“Penyiksaan ini didasari dari suruh mengaku, dari penjualan air galon ini ke mana duitnya. Sehingga, dengan adanya penganiayaan ini akhirnya mengaku,” kata Heru.

Heru Lestarianto menegaskan bahwa bagaimanapun alasannya, kekerasan dan main hakim sendiri tidak dibenarkan dalam penyelesaian masalah hukum. KDR sendiri mengaku dianiaya oleh belasan orang tersebut dalam dua kesempatan terpisah.

Ia disebut dibawa masuk ke sebuah ruangan di lingkungan ponpes sebelum kemudian dipukul.

“Dimasukin ke kamar lalu 13 orang ini menghajar, informasinya diikat,” ujar Heru pada Jumat (30/5/2025).

Laporan resmi telah dilayangkan ke Polsek Kalasan pada 16 Februari 2025, dengan nomor STTLP/22/II/2025/SEK KLS/POLRESTA SLM/POLDA DIY, namun penanganan kasus dialihkan ke Polresta Sleman.

Laporan tersebut mencakup empat pelaku di bawah umur dan sembilan lainnya yang sudah dewasa, dengan tuduhan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 170 jo 351 jo 55 KUHP.

Meskipun para terlapor telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik, Heru menyayangkan bahwa hingga kini belum ada yang ditahan.

“Seharusnya ditahan, cuma kok ini nggak. Informasi yang kami terima, mereka mengajukan permohonan penangguhan penahanan,” ungkapnya.

Heru Lestarianto mengecam keras terjadinya kekerasan di lingkungan lembaga pendidikan berbasis agama, dan meminta agar semua pihak bertanggung jawab, termasuk pengasuh ponpes.

“Yang kami sayangkan dari kenapa dari pihak pengasuh, dari pondok kok sama sekali tidak ada komentar apa pun, cuma lawyernya dan yayasan. Sedangkan ini kan adalah santrinya,” ujarnya menyayangkan.

Publik menanti keadilan bagi KDR dan ketegasan aparat dalam menangani kasus yang menodai citra lembaga pendidikan keagamaan ini.

Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmuTertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*