BANDUNG, KalderaNews.com – PAPS Jawa Barat (Jabar) ala Gubernur Dedi Mulyadi tuai apresiasi dan kritik dari beragam pihak. Satu kelas 50 siswa?
Kebijakan Pencegahan Anak Putus Sekolah (PAPS) di jenjang pendidikan menengah di Jabar masih menjadi polemik.
Ini dipicu kebijakan Gubernur Dedi Mulyadi yang akan menempatkan 50 murid dalam satu kelas satuan pendidikan.
BACA JUGA:
- Ada Soal Bermasalah di Tes Terstandar SPMB Jabar 2025 Jalur Prestasi, Begini Penjelasannya
- Heboh, Sekolah Pagi di Jabar Demi Tingkatkan Disiplin Anak, Kata Praktisi Pendidikan Belum Ada Bukti Ilmiah
- Sibuk Retorika Barak Militer, Ingat Kang Dedi, Jabar Tuh Darurat Pendidikan, Lebih dari 658 Ribu Anak Tidak Sekolah
PAPS Jabar dengan 50 murid per kelas
Kebijakan tersebut tertuang dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 463.1/Kep.323-Disdik/2025 tentang Petunjuk Teknis Pencegahan Anak Putus Sekolah ke Jenjang Pendidikan Menengah di Provinvisi Jawa Barat.
Petunjuk Teknis (juknis) itu antara lain mengatur calon murid ditempatkan dalam satu kelas di satuan pendidikan sebanyak-banyaknya 50 murid.
Hal ini disesuaikan dengan hasil analisis data luas ruang kelas yang bakal digunakan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Selain itu, kebijakan ini disebutkan untuk memutus mata rantai persoalan putus sekolah, terutama di jenjang pendidikan menengah.
Kebijakan ini berlaku di satuan pendidikan pelaksana PAPS di Jabar meliputi SMA/SMK negeri dan SMA terbuka.
Rentan terjadi kekerasan
Sementara, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Pemprov Jawa Barat agar menjelaskan kepada publik maksud kebijakan ini.
Jika yang dimaksudkan adalah 50 siswa di tiap rombongan belajar (rombel), kebijakan itu bertentangan dengan Permendikbud Ristek No.47/2023 tentang Standar Pengelolaan Pada Pendidikan Usia Dini (PAUD), Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Menengah.
Di Permendikbud Ristek itu jelas diatur jumlah siswa pada tiap rombel, yakni rombel siswa tingkat menengah maksimal 36 siswa per rombel.
“Artinya, keputusan Gubernur Jabar ini tak bisa sebagai acuan pelaksanaan, karena bertentangan dengan regulasi di atasnya,” ucap komisioner KPAI, Aris Adi Leksono.
Selain itu, pengaturan rombel yang berlebihan bakal berdampak pada kualitas pembelajaran, serta rentan terjadi kekerasan.
Kelas seperti penjara!
Sementara, Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, kebijakan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi terkait PAPS jenjang pendidikan menengah tidaklah efektif.
Ini disebabkan kebijakan tersebut berpotensi mengganggu proses serta kualitas pembelajaran di kelas.
“Kelas bakal sumpek, seperti penjara, mengingat luas ruang kelas SMA/SMK itu hanya muat maksimal 36 murid,” kata Kepala Bidang Advokasi P2G, Iman Zanatul Haeri.
Kordinator Nasional P2G, Satriwan Salim mengatakan, kondisi kelas dan sekolah yang kelebihan murid bisa mengganggu kesehatan mental anak dan guru.
Kebijakan PAPS Jabar ini memang bisa mengatasi masalah putus sekolah, tapi hanya fokus pada penurunan angkanya, dan tidak melihat dampak jangka panjangnya.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply