
JAKARTA, KalderaNews.com – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, Kepulauan Seribu terancam tenggelam akibat perubahan iklim dan kenaikan permukaan air laut.
Pernyataan ini bukan menakut-nakuti, tapi merupakan hasil kajian ilmiah yang menunjukkan ancaman serius bagi ekosistem, termasuk penduduk di sana.
Kepulauan Seribu adalah kabupaten administrasi di bawah wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
BACA JUGA:
- Bogor-Sukabumi Diguncang Gempa Beruntun, Ini Penyebabnya!
- BMKG: Ini Penyebab Banjir di Bali, Gelombang Rossby dan Curah Hujan Ekstrem
- Benarkah Benua Australia Bergerak Mendekat ke Indonesia? Ini Kata Pakar
Kepulauan Seribu terdiri atas 114 pulau kecil, kawasan ini dihuni lebih dari 28 ribu jiwa yang sebagian besar menggantungkan hidup dari sektor pariwisata, perikanan, dan jasa.
Wilayah ini kerap menjadi pilihan wisatawan, karena keindahan bawah lautnya. Tapi, keindahan tersebut kini berada di ambang ancaman serius.
BRIN menyebut Kepulauan Seribu bisa saja tenggelam dalam beberapa dekade mendatang bila tidak ada langkah nyata untuk mengatasi perubahan iklim.
Ancaman tenggelamnya Kepulauan Seribu
Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN melakukan simulasi dampak kenaikan muka air laut (Sea Level Rise/SLR) di 9 pulau kecil berpenduduk.
Hasilnya amat mencemaskan:
- Jika SLR mencapai 3 meter, maka semua pulau berpenduduk tenggelam.
- Jika SLR mencapai 5 meter, maka 29 pulau lenyap, dan lebih dari 16.500 jiwa terdampak langsung.
Data ini menjadi alarm keras bahwa Kepulauan Seribu tidak lagi aman dari ancaman naiknya permukaan laut.
Padahal rata-rata tinggi pulau di Kepulauan Seribu hanya 2,4 meter di atas permukaan laut.
Ini artinya, hanya butuh sedikit kenaikan permukaan laut untuk membuat sebagian besar daratannya tergenang.
Dampak perubahan iklim di Kepulauan Seribu
BRIN mencatat suhu di wilayah ini sudah naik hingga 2,2°C. Bahkan, malam hari yang biasanya sejuk, sekarang terasa lebih panas.
Kondisi ini tidak hanya membuat penduduk kurang nyaman, tetapi juga menimbulkan risiko kesehatan.
Pun fenomena abrasi dan naiknya air laut menyebabkan pulau-pulau di Kepulauan Seribu semakin menyempit. Padahal jumlah penduduk terus bertambah.
Kondisi ini tentu memaksa sebagian warga melakukan reklamasi pantai mandiri untuk memperluas lahan, tapi tindakan ini malah memperparah kerusakan lingkungan.
Penyebab naiknya permukaan air laut
BRIN menjelaskan bahwa perubahan iklim menjadi faktor utama naiknya permukaan laut.
Ada tiga penyebab utama kenaikan permukaan air laut yaitu:
- Sekitar 90% panas akibat gas rumah kaca diserap lautan. Ketika suhu laut naik, volume air mengembang. Fenomena ini disebut ekspansi termal dan menjadi penyumbang 75% kenaikan permukaan laut pada abad ke-20. Antara tahun 1993–2010, peningkatan panas laut menyebabkan permukaan laut naik 19 mm, sepertiga dari total kenaikan 54 mm pada periode tersebut.
- Pemanasan global mempercepat mencairnya gletser di Alpen, Islandia, Alaska, hingga Greenland dan Antartika. Data menunjukkan, 30 triliun ton es hilang antara 1994–2017. Greenland kehilangan rata-rata 247 miliar ton es per tahun pada 2012–2016. Antartika berpotensi menyumbang 1 meter kenaikan muka laut pada 2100.
- Selain itu, aktivitas manusia memperparah kondisi melalui pengambilan air tanah berlebihan. Air tanah yang seharusnya tersimpan justru mengalir ke laut, menambah kenaikan permukaan laut hingga 0,38 mm per tahun.
Kepulauan Seribu hanyalah satu dari sekian banyak wilayah pesisir yang menghadapi ancaman ini. Secara global, situasinya tidak kalah serius, di mana permukaan laut sudah naik 24 cm sejak 1880.
Laju kenaikan meningkat dua kali lipat sejak tahun 2006. Tahun 2020 tercatat sebagai level permukaan laut tertinggi sepanjang sejarah.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.
Leave a Reply