JAKARTA, KalderaNews.com – Rencana pelibatan guru dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) di sekolah menuai kritik keras. Tugas guru makin berat!
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, kebijakan ini justru menambah beban kerja guru, serta berpotensi mengurangi waktu belajar siswa secara signifikan.
Polemik ini muncul setelah Badan Gizi Nasional (BGN) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2025 yang membuka peluang bagi guru, termasuk guru bantu dan honorer, untuk terlibat mengurus MBG dan menerima insentif tunai sebagai penghargaan atas kontribusi mereka.
Pelibatan guru ini diwacanakan di tengah sorotan publik sebelumnya terkait kasus keracunan makanan yang menimpa sejumlah siswa dan guru.
BACA JUGA:
- Guru Penanggung Jawab MBG akan Dapat Insentif Rp 100 Ribu, Cair per 10 Hari
- Anggaran MBG Sentuh Rp 335 Triliun, Mayoritas Bersumber dari Dana Pendidikan
- Ribuan Murid Jadi Korban Keracunan MBG, YLKI Desak Pemerintah
Beban guru sudah ekstrem sebelum MBG
Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim menegaskan bahwa tugas dan kewajiban guru sudah sangat banyak, bahkan jauh sebelum program MBG ini diluncurkan.
“Sebenarnya sebelum ada program MBG, tugas dan kewajiban guru sudah sangat banyak. Bebannya banyak,” kata Satriwan.
Katanya, keterlibatan guru sebagai pengawas dan pelaksana MBG akan keluar dari “rel utama” tugas pokok mereka yang sudah diatur dalam UU Guru dan Dosen.
Pun terkait usulan agar guru mencicipi makanan terlebih dahulu untuk memastikan keamanan, P2G menilai hal tersebut kurang tepat dan seharusnya tidak perlu dilakukan.
Waktu distribusi MBG potong jam belajar
Satriwan menjelaskan, alasan utama mengapa guru tidak seharusnya dilibatkan adalah karena tugas tambahan ini akan sangat menyita jam pelajaran.
Durasi yang dibutuhkan untuk mendistribusikan hingga memastikan siswa selesai makan MBG dinilai akan memotong waktu belajar mengajar di sekolah, sehingga proses pembelajaran menjadi terkendala dan terhambat.
P2G dorong evaluasi MBG
P2G merekomendasikan agar pemerintah mengevaluasi total pelaksanaan MBG.
Satriwan menyarankan agar program ini tidak disamaratakan di semua sekolah, melainkan harus dilakukan secara selektif dan tepat sasaran.
“MBG bisa dilakukan, apabila secara selektif, misal mengecek daerah mana yang layak, ya itu yang diberikan. Contoh 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) atau keluarga menengah ke bawah. Jangan dipukul rata,” paparnya.
Ia mencontohkan, MBG seharusnya diprioritaskan untuk siswa yang kekurangan akses gizi, siswa yang tidak sarapan, atau siswa dari daerah 3T.
Cek Berita dan Artikel KalderaNews.com lainnya di Google News
*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu. Tertarik menjalin kerjasama dengan KalderaNews.com? Silakan hubungi WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply