The Path To Financial Freedom, EduFulus – Lonjakan drastis jumlah investor ritel Indonesia dari 3,8 juta pada 2020 menjadi lebih dari 18 juta per akhir Agustus 2025 (berdasarkan data BEI) telah membawa perubahan besar dalam lanskap edukasi keuangan.
Fenomena financial influencer (finfluencer) atau influencer saham yang menyajikan tips investasi melalui TikTok, YouTube, dan Instagram—telah menjangkau jutaan investor pemula dengan gaya yang santai dan mudah dicerna.
Namun, di balik citra edukasi yang inklusif dan gratis, fenomena ini menyimpan “sisi gelap” yang meresahkan.
SIMAK JUGA: Influencer Saham Menyesatkan, OJK Ancam Sanksi Tegas Hingga Pidana
Finfluencer berhasil menyederhanakan dunia investasi yang dahulu dianggap rumit, menarik minat anak muda untuk mulai berinvestasi sejak dini dan memahami pentingnya diversifikasi. Namun, popularitas yang cepat ini juga melahirkan praktik yang tidak bertanggung jawab.
Sejumlah kreator diketahui menyebarkan informasi yang tidak akurat, promosi terselubung, dan rekomendasi yang terlalu menyederhanakan risiko instrumen berisiko tinggi.
Bahkan, beberapa kasus pump and dump (mendorong pembelian saham tertentu sebelum mereka sendiri menjualnya) telah dilaporkan, yang menimbulkan kerugian signifikan bagi investor ritel yang lugu.
Faka ini mengaburkan batas antara edukasi murni dan manipulasi pasar.
Kasus seperti penghentian kegiatan penawaran investasi tanpa izin oleh influencer oleh Satgas PASTI OJK menjadi contoh nyata risiko yang mengintai di ruang digital.
OJK Bertindak: Regulasi Wajib Izin dan Transparansi
Melihat kasus-kasus kerugian investor ritel yang terus meningkat, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya merilis regulasi baru pada tahun 2025 untuk mengatur ketat aktivitas finfluencer.
Regulasi ini, yang antara lain termuat dalam POJK 13 Tahun 2025 tentang Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, mencakup dua poin penting:
- Izin Resmi: Finfluencer yang memberikan saran atau analisis investasi kepada publik wajib memiliki izin resmi atau bekerja sama dengan lembaga keuangan yang berlisensi dan diawasi OJK.
- Transparansi Promosi: Konten promosi wajib mencantumkan risiko secara jelas, termasuk pengungkapan status kerja sama komersial (iklan) dengan pihak yang dipromosikan.
Langkah ini adalah upaya OJK untuk melindungi investor dari misinformasi, manipulasi pasar, dan praktik promosi berlebihan. Peraturan ini mulai berlaku efektif pada Desember 2025.
Era Baru Financial Educator Profesional
Meski regulasi ini sempat menuai kritik dari sebagian kreator sebagai pembatas kreativitas, mayoritas pelaku industri melihatnya sebagai langkah positif untuk memperkuat kredibilitas.
Regulasi yang jelas memaksa finfluencer untuk bertanggung jawab atas konten mereka, sekaligus membedakan antara content creator biasa dan financial educator yang kompeten dan diakui secara legal.
Kini, influencer dengan reputasi baik mulai berkolaborasi dengan lembaga resmi, menghadirkan program edukasi yang lebih terarah dan didukung data yang valid.
Di sisi lain, investor berpengalaman memilih sumber yang lebih transparan dan berbasis data nyata, seperti platform profesional.
Sinergi antara finfluencer, regulator, dan platform terpercaya menjadi kunci untuk membangun ekosistem investasi yang lebih aman dan inklusif di masa depan.
OJK dan seluruh stakeholder pasar modal kini menghadapi tantangan untuk memastikan kecepatan informasi digital tetap sejalan dengan akurasi dan tanggung jawab, agar literasi keuangan yang tumbuh pesat tidak berubah menjadi sekadar euforia spekulatif.
SIMAK JUGA: OJK Perketat Aturan Perusahaan Efek, Penggunaan Media Sosial Atau Influencer Kini Diawasi Ketat!
* Kuy cerdas investasi dan trading dengan artikel edukatif EduFulus lainnya di Google News. Dus, jika ada yang tertarik menjalin kerjasama di kanal EduFulus, silakan hubungi tim di WA (0812 8027 7190) atau email: kalderanews@gmail.com.


Leave a Reply