Penting, Grand Design Penelitian Berbasis Bahan Alam Indonesia

Kholis Abdurachim Audah, Ph.D Ph.D (Protein Biochemistry)
Kholis Abdurachim Audah, Ph.D Ph.D (Protein Biochemistry)
Sharing for Empowerment

JAKARTA, KalderaNews.com – Indonesia dikenal dengan kekayaan alamnya yang salah satunya berupa keanekaragaman hayati (biodiversitas).

Menurut lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengurusi bidang lingkungan, the United Nations Environment Programme (UNEP), secara keseluruhan Indonesia menduduki peringkat keempat dari sepuluh negara di dunia dengan predikat Mega Biodiverse Countries.

BACA JUGA:

Bahkan untuk keanekaragaman ikan dan kekayaan laut secara keseluruhan, Indonesia menduduki peringkat pertama. Biodiversitas Indonesia ini sangat kaya dengan bahan-bahan aktif yang yang dapat digunakan sebagai bahan obat untuk berbagai jenis penyakit.

Hal ini terbukti dari banyaknya produk- produk herbal yang sudah digunakan oleh bangsa Indonesia secara turun-temurun sejak berabad-abad lamanya. Bisa dikatakan bahwa hampir setiap etnis atau suku di Indonesia yang sangat beragam ini, memiliki ciri khas tersendiri dalam hal pengobatan tradisional yang dapat dikategorikan sebagai salah satu local wisdom yang dimiliki oleh suatu suku.

Sayangnya, sampai saat ini kita belum mampu mengangkat berbagai macam produk herbal ini ke kancah dunia.

Menurut penulis, ada beberapa permasalahan utama yang dihadapi dalam upaya mengembangkan produk-produk bahan alam (natural products) Indonesia ke jenjang yang lebih tinggi. Bahan alam ini tidak terbatas hanya pada tanaman, tetapi juga dapat berupa organisme lain seperti jamur, bakteri dan lainnya, baik yang ada di daratan maupun perairan.

Masalah utama yang menjadi penyebab lambannya perkembangan produk bahan alam Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah belum adanya rancangan induk (grand design) dan peta jalan yang jelas dan menyeluruh.

Grand design dan peta jalan ini sangat penting untuk memastikan arah dan fokus penelitian bahan alam untuk penemuan obat-obatan ini agar sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal.

Untuk mengatasi masalah ini perlu dibentuk sebuah lembaga khusus yang berskala nasional sebagai lembaga pengatur (regulatory body) atau pusat nasional (national center) dengan nama tertentu (contoh: Pusat Nasional Obat Bahan Alam).

Lembaga ini yang kemudian menentukan berbagai kebijakan seperti penetapan fokus unggulan, pendanaan, pemanfaatan fasilitas bersama, kolaborasi penelitian dan hal-hal terkait lainnya.

Adanya grand design, peta jalan dan pengaturan ini berperan penting dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang selama ini dihadapi, sehingga upaya mempercepat penemuan obat-obatan dan meningkatkan atau menghasilkan luaran-luaran lain yang diharapkan dapat tercapai, di antaranya:

Peningkatan efisiensi sumber daya

Peningkatan efisiensi sumber daya ini dapat tercapai salah satunya adalah dengan cara mengurangi terjadinya tumpang tindih kegiatan penelitian termasuk di dalamnya adalah tarik-menarik kepentingan antar lembaga penelitian atau perguruan tinggi.

Ketiadaan grand design dan peta jalan dan lembaga pengatur secara nasional dalam bidang ini, secara langsung maupun tidak, menjadi sumber berbagai permasalahan lainnya yang dihadapi saat ini, seperti masalah keterbatasan pendanaan, sumber daya manusia dan sarana dan prasarana penelitian.

Jika hal ini tidak diperhatikan dan dikelola dengan baik, maka akan terjadi ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya sudah terbatas tersebut, yang pada akhirnya segala usaha yang diupayakan menjadi kurang optimal, jika tidak dapat dikatakan mubazir.

Peningkatan eksplorasi ilmiah

Dengan adanya grand design dan peta jalan ini, kegiatan eksplorasi ilmiah dapat lebih ditingkatkan dan lebih terarah, sinergis dan berkesinambungan.

Dengan demikian, jumlah target dan luaran yang ingin diperoleh dapat ditingkatkan dan dapat tercapai dengan lebih baik dalam kurun waktu tertentu yang lebih terukur.

Sampai saat ini, kegiatan eksplorasi ilmiah potensi bahan alam obat di Indonesia baik dari segi kuantitas maupun kualitas relatif masih rendah jika dibandingkan dengan potensi bahan alam yang kita miliki.

Dari sekitar 391,000 tanaman yang ada di dunia, sekitar 50000 spesies tanaman ada di Indonesia, dengan 30000 tanaman merupakan tanaman endemik Indonesia. Dari jumlah ini, diketahui ada sekitar 7500 tanaman herbal yang diyakini memiliki potensi bahan obat dan atau pernah digunakan oleh masyarakat dalam praktek pengobatan tradisional.

Dari jumlah tersebut, ada sekitar 800 jenis tanaman herbal yang dikelola Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat Tradisional di bawah Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di Tawangmangu, Jawa Tengah.

Sampai saat ini baru sekitar 1200 jenis tanaman yang sudah dimanfaatkan sebagai obat herbal atau jamu. Namun sejauh ini tidak ada data yang pasti, sudah berapa jenis tanaman atau bahan alam lainnya yang sudah dieksplorasi secara ilmiah.

Eksplorasi ilmiah yang dimaksud mencakup berbagai aspek termasuk diantaranya adalah berupa penelitian ilmiah baik uji in vitro maupun in vivo pada hewan uji atau manusia (fitofarmaka) untuk mendukung pendapat atau pengakuan masyarakat akan khasiat tanaman obat atau obat tradisional tertentu.

Untuk uji fitofarmaka, sampai akhir tahun 2021 lalu, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) baru mengeluarkan 26 produk fitofarmaka.

Lebih jauh lagi, seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang analisis senyawa aktif, perlu dilakukan profil senyawa aktif (metabolite profiling) yang terdapat dalam bahan alam tertentu.

Peningkatan publikasi ilmiah

Salah satu hasil langsung yang dapat diperoleh dari peningkatan eksplorasi ilmiah tentunya adalah peningkatan publikasi ilmiah. Penelitian bahan alam khususnya untuk penemuan obat-obatan sudah sejak lama menjadi daya tarik tersendiri bagi para peneliti mancanegara.

Modal kekayaan alam yang kita miliki dapat kita gunakan untuk meningkatkan posisi tawar kita dalam kegiatan-kegiatan ilmiah bersama. Dengan kolaborasi ini diharapkan dapat meningkatkan publikasi ilmiah baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

Meningkatnya jumlah dan jenis bahan obat

Di samping peningkatan publikasi ilmiah, dari kegiatan eksplorasi ilmiah akan dihasilkan produk turunan berupa sediaan fisik bahan alam, baik berupa ekstrak, fraksi maupun senyawa yang potensial dalam jumlah yang sangat besar.

Sediaan ini dapat digunakan untuk tahap lanjutan penelitian atau bahkan pada tahap komersialisasi produk.

Natural products library dan platform basis data

Produk atau bahan antara dalam jumlah yang besar dapat disimpan dalam bentuk koleksi bahan alam yang sering disebut sebagai natural products library atau bisa juga disebut sebagai perpustakaan atau bank bahan alam.

Koleksi bahan alam ini merupakan modal yang sangat besar yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan lanjutan dan kerjasama dengan berbagai pihak baik di dalam negeri maupun internasional baik dari kalangan perguruan tinggi, pemerintah maupun swasta.

Kekayaan alam yang melimpah, ditambah lagi dengan banyaknya kegiatan eksplorasi ilmiah yang dilakukan harus dikelola dengan baik termasuk dalam hal pengelolaan dan pengolahan data.

Semua kegiatan harus dapat diketahui oleh khalayak dari berbagai kalangan untuk berbagai keperluan. Maka itu, pengembangan platform basis data bahan alam Indonesia khususnya untuk penemuan obat-obatan menjadi sangat penting dan strategis.

Penulis: Kholis Abdurachim Audah, Ph.D Ph.D (Protein Biochemistry), Direktur Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, dan Dosen Senior (Biomedical Engineering Department), Swiss German University.

*Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu.

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*