JAKARTA, KalderaNews.com – Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) berkesempatan untuk memaparkan mengenai BANI dan arbitrase dalam acara Pelantikan Pengurus Perhimpunan Humas Rumah Sakit Indonesia (Perhumasri) tahun 2018-2021, di Universitas YARSI, lantai 12, Ruang AL Quds, Cempaka Putih Jakarta, Sabtu, 23 Februari 2019 lalu.
Hadir dalam acara tersebut Ketua Umum Perhumasi Anjari Umarjianto, SKom, SH, MARS, Sekretaris Jenderal Persi dr. Lia G. Partakusuma, SpPK(K), MM, MARS, Founder Drone Emprit Company Ismail Fahmi, Phd , Direktur Jendral Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Dr. Bambang Wibowo, Sp.OG (K), MARS, Dewan Pakar Perhumasri dan Kompertemen Hukum Persi Lutfi Hakim, SH, MM, dan Direktur RS Yarsi dan Dewan Pakar Perhumasri Mulyadi Muchtiar, MARS.
BACA JUGA:
Mau Jadi Perawat di Amerika? Ini yang Perlu Kamu Tahu
Ini Lho Persyaratan Lengkap Daftar Bidikmisi 2019
15 Jenis Bunga Valentine dan Makna di Baliknya
Wakil Ketua BANI Anangga W. Roosdiono, S.H., LL.M., FCBArb menyampaikan berbagai hal tentang BANI dan arbitrase antara lain terkait kompetensi BANI dalam penyelesaian sengketa sejak 41 tahun lalu, menjelaskan pula mengenai perbedaan penyelesaian perkara pengadilan umum dan pengadilan arbitrase.
Pilihannya Pengadilan atau BANI
Dr. Bambang Widjojanto selaku Advisor BANI yang juga Wakil Ketua KPK 2012-2015 menegaskan terkait penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan BANI terkait efisiensi waktu, kecepatan penyelesaian, dan kerahasiaan.
Rumah sakit sebagai industri yang berkembang, tentu memerlukan pemahaman tentang arbitrase berikut penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase.
“BANI melalui jalur arbitrase selama ini dapat menyelesaikan sengketa bisnis tanpa menimbulkan sengketa baru,” kata Bambang Widjojanto.
Lebih lanjut, ia mengemukakan secara umum, mengenai peran BANI dalam sengketa bisnis di industri kesehatan. “Tidak ada bisnis yang tidak ada sengketa, termasuk di bidang kesehatan,” ujar Bambang.
Lalu bila sengketa datang, Bambang menjelaskan ada alternatif penyelesaian sengketa, selain pengadilan yaitu melalui BANI. Lebih jauh Bambang mengemukakan bahwa sengketa di dunia bisnis memiliki dampak yang besar yang mampu membuat bisnis menjadi loss dan bisa menghancurkan bisnis itu sendiri.
Jika sengketa terjadi dalam dunia usaha dan menyelesaikannya melalui pengadilan maka sengketa itu menjadi sengketa yang terbuka dan menjadi makanan empuk publik yang kebanyakan tak paham benar perkaranya. Terlebih menyelesaikan sengketa di pengadilan memakan waktu yang lama, dan itu akan berdampak juga pada besaran biaya dan energi yang terkuras. Sementara penyelesaikan sengketa di BANI memberikan win-win solution dan juga menjaga relationship.
Ada dua hal penting yang menjadi dasar lahirnya BANI, menciptakan efisiensi waktu, di pengadilan menyelesaikan sengketa melalui pengadilan dan bisa bertahun tahun penyelesaiannya, sementara di BANI sengketa harus selesai dalam waktu 180 hari (6 bulan) dan memiliki keputusan mengikat.
Dengan BANI kerahasian yang bersengketa terjaga. Kerahasian sengketa dalam bisnis itu penting, selain itu di pengadilan tidak bisa memilih hakim, sementara di BANI masing-masing yang bersengketa bisa memilih arbiternya, dan para arbiter BANI tidak hanya orang berlatar pendidikan hukum tapi, juga mereka yang memiliki keahlian di bidang tertentu.
Tidak Ada Intervensi Negara dan Pengadilan
Sementara itu, Wakil Ketua BANI Anangga WR, mengatakan meski masalah hukum yang kebanyakan dihadapi rumah sakit kebanyakan kasus malpraktek, dan BANI hanya menyelesaikan sengketa di dunia bisnis, namun rumah sakit juga banyak melakukan kerjasama bisnis dengan banyak pihak misalnya dengan supplier, dengan rumah sakit lain, atau dengan dokter yang kemungkinan bisa terjadi sengketa.
Anangga mengatakan, untuk dapat menyelesaikan perkara di BANI selain masalah bisnis, yang bersengketa harus mencantumkan dalam perjanjian, bila terjadi sengketa diselesaikan melalui BANI. Bila dalam perjanjian tidak disebutkan menyelesaikan sengketa di BANI maka tidak bisa dilakukan.
“Para pihak bisa didampingi penasehat hukum, dan sifatnya sangat tertutup. Yang boleh hadir hanya orang-orang tertentu yang disetujui oleh para pihak,” ujar Anangga.
Penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak ada intervensi dari negara dan juga pengadilan. “Putusan BANI final dan mengikat artinya putusan itu tidak bisa banding, dan putusan itu harus dilaksanakan,” ujarnya, menegaskan.
Acara yang berlangsung hangat ini dihadiri oleh para dokter dan humas rumah sakit, peserta begitu semangat mendengarkan pemaparan Bambang Widjojanto dan Anangga tentang BANI dan arbitrase.
Dalam sambutanya sebagai Ketua Umum Perhumasri Anjari Umarjiyanto mengungkapkan kegembiraannya keterlibatan BANI dalam acara ini, sehingga para humas lebih memahami mengenai BANI dan bisa menjadi masukan dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di industri kesehatan.
Sementara itu, Ketua Persatuan Humas Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Perhumasri) drg Widya Karmadyanti mengungkapkan kegiatan Perhumasri dan PERSI yang melibatkan pembicara dari BANI ini sangat bermanfaat bagi mereka. Pemahaman terhadap peradilan arbitrase makin bertambah, dan sangat perlu dalam tugas-tigas mereka di tahun-tahun mendatang.
“Semoga di lain waktu, kerja sama ini dapat terus dilakukan dan dilanjutkan untuk edukasi dan sosialisasi BANI dan arbitrase ke para anggota Perhumasri di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Dalam acara ini juga diselenggarakan talkshow tentang Big data, Dr Bambang Wibowo memaparkan tentang big data yang dimiliki Kementerian Kesehatan, sementara itu Ismail Fahmi, Phd menjelaskan mengenai big data apa saja yang bisa diakses oleh para humas rumah sakit untuk mencari data. Karena big data dengan sangat cepat dan mudah bisa membantu memberi insight tentang topik terkait rumah sakit yang dapat digunakan oleh bagian humas dan marketing dalam menyusun strategi kehumasan dan pemasaran. (JS)
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat dan teman-temanmu
Leave a Reply