
JAKARTA, KalderaNews.com – Situasi “The New Normal” menjadi hal baru bagi anak-anak dalam belajar, yang dulunya di sekolah kini belajar bisa melalui gadget, baik smartphone, TV pintar, atau komputer. Bak pisau bermata dua, penggunaan gadget pada anak harus dikontrol dan diawasi baik untuk orang tua maupun pengajar di sekolah.
Penelitian menyebutkan 80 persen anak-anak menggunakan gadget. Hal ini ditandai 5 situs pencarian, 4 teratasnya adalah acara anak-anak.
Ketua Unit Kerja Saraf Anak IDAI Jakarta, dr. Herbowo A.F Soetomenggolo, Sp.A(K) dalam acara seminar online yang diselenggarakan TKK 3 PENABUR Jakarta bertema “Gadget During Pandemic Situation Risk and Benefit” pada Jumat, 15 Mei 2020 memberikan pemaparan aturan penggunaan gadget bagi anak usia balita dalam hidup sehari-hari maupun sebagai sarana pembelajaran.
BACA JUGA:
- Hebat, TKK 3 PENABUR Jakarta Juara I Marching in Harmony Championship 2019
- Fokus Pembelajaran Saat Pandemi Itu Keterampilan Hidup, Kesehatan dan Empati
- Wajib Tahu, Inilah Alasan Kamu Pilih Jurusan Teknobiologi
- Perpustakaan Sekolah Mau Buka Kembali? Pastikan 6 Langkah Ini
- Perpustakaan Sekolah Mau Buka Kembali? Pastikan 6 Langkah Ini
“Apa sih yang dulu kita takutin sama gadget? Lebih sedikit waktu bersama keluarga pasti ya kalau main terus, waktu kegiatan interaktifnya kurang, imajinasinya juga berkurang, belum lagi kalau liat iklan, materi berbayar itu menakutkan sekali,” ungkap dr. Herbowo.
Jika terpapar gadget terus-menerus, dikhawatirkan di kemudian hari berakibat pada kekerasan anak, membuat anak penakut, menurunkan hasil pembelajaran hingga mengganggu kemampuan bicara.
Terkait hal tersebut ia menyatakan bahwa anak di bawah usia 18 bulan tidak boleh menggunakan smartphone. Sementara untuk usia 2 hingga 5 tahun, penggunaannya hanya dibatasi maksimal 1 jam.
“Itu mengapa di bawah umur dua tahun itu nggak dikasih sebenernya karena memang terbukti mengganggu kemampuan bicara pada anak yang belum bicara,” ujarnya.
Tidak melulu memiliki dampak negatif, dr. Herbowo juga memaparkan dampak positifnya, bahwa hampir 80 persen berkata bahwa komputer atau TV masih bisa memberikan hasil seperti berperilaku dan kemampuan yang lebih baik dengan syarat tidak menggunakan video games.
Ia lantas meminta para orangtua menggunakan komunikasi dua arah. “Maksudnya komunikasi dua arah kita harus mengenali perubahan perilaku anak. Jadi kalau dia udah mulai nentang, udah mulai ngelawan, nggak mau ngerjain PR, itu masalah,” terangnya.
Dalam komunikasi dua arah ini orangtua mau tidak mau harus menemani anaknya sekaligus menerapkan aturan penggunaan gadget yang jelas pada si anak.
Selain aturan yang jelas, orang tua perlu melakukan rekreasi yang aktif seperti bermain bola secara bersama. Jadikan bicara sebagai hal yang utama, termasuk bacakan buku kepada anak. Selanjutnya jika sudah tidak ada kerjaan lain diperbolehkan bermain gadget. Sebisa mungkin saat bersosialisasi dengan teman sebayanya melalui video call.
Dokter Herbowo berpesan pada para orang tua untuk bekerja sama dalam membangun aturan penggunaan gadget bagi anak di tengah situasi “new normal” saat ini.
“Buat Bapak-Ibu, please kerja sama. Semua penyesuaian ini sulit sekali. Proses pengajaran ini juga butuh penyesuaian diri,” tandasnya.
* Jika merasa artikel ini bermanfaat, silakan dishare pada saudara, sahabat, dan teman-temanmu.
Leave a Reply